Korupsi menurut
saya adalah suatu kejahatan untuk memperkaya diri sendiri maupun orang lain
(termasuk korporasi) yang dilakukan secara melawan hukum akibat rasa
ketidakpuasaan (tamak) yang dapat merusak sendi-sendi moral sipelaku dan
menghancurkan semangat pembangunan bangsa yang adil yang dapat menyesengsarakan
rakyat. Berdasarkan hal tersebut terlihat bahwa begitu kejamnya tindak pidana
korupsi tersebut dan begitu “gila” koruptor yang melakukannya.
Banyak yang
berpendapat tentang pemberantasan tindak pidana korupsi ini. Satu sisi
berpendapat bahwa untuk memberantas korupsi harus membenahi sistemnya
sedemikian rupa, karena dengan sistem yang baik orang yang jahat pun tidak
dapat melakukan korupsi. Di sisi lain berpendapat bahwa pribadi orangnya harus
dibenahi, karena sejelek apapun sistemnya, jika pribadi orang yang mempunyai
kewenangan baik, maka tidak aka nada tindak pidana korupsi. Kedua pendapat
tersebut terbantahkan dengan kenyataan bahwa tidak ada sistem yang sempurna
yang dibuat oleh manusia dan untuk mencari manusia yang baik memang mudah, tapi
untuk mencari yang baik dan mempunyai kemampuan akan suatu bidang yang
diperlukan bukanlah hal mudah, sering sekali untuk mengisi jabatan tertentu
faktor moral tidak diperhatikan tetapi hanya faktor kemampuan akan suatu bidang
yang diinginkan.
Untuk
permasalahan di atas saya lebis sepakat dengan pendapat seorang pembaharu China
(Tiongkok) yang bernama Wang An Shih (1021 – 1087). Beliau mengatakan “Tidaklah mungkin menyelamatkan pemerintahan
yang layak dengan Cuma bertopang pada kekutan hukum (sistem) untuk
mengendalikan para pejabat (manusia), sementara mereka sendiri bukan orang yang
tepat untuk pekerjaannya”. Berdasarkan hal tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa untuk memberantas korupsi dibutuhkan 2 (dua) hal, yaitu :
1.
Sistem (Hukum) yang baik
Sistem yang baik adalah
sistem yang dirancang sedemikian rupa untuk menghindari celah – celah untuk
melakukan tindak pidana korupsi. Selain itu, sistem yang baik ini juga harus
dilengkapi dengan ancaman – ancaman hukum bagi yang melanggarnya, karena
diketahui bahwa sebaik apapun sistem yang dibuat oleh manusia tetap mempunyai
celah untuk dilanggar. Oleh karena itu, sanksi yang diberikan harus setidak –
setidaknya jauh lebih merugikan daripada apa yang didapatkan akibat tindak
pidana korupsi yang dilakukan, karena apabila sanksi yang didapatkan lebih
menguntungkan daripada ia melakukan korupsi, maka secara psikologi dan ekonomi
akan lebih banyak yang akan melakukannya dan efek jera bagi pelaku dan calon
pelaku (pencegahan) tidak tercapai.
2.
Manusia yang baik ditempatkan pada posisi yang tepat
Dari pendangan ini terlihat bahwa tidak
cukup mengandalkan manusia yang baik untuk mengisi jabatan tertentu untuk dalam
penyelenggaraan negara, namun juga dibutuhkan keahlian pada manusia baik
tersebut. Oleh karena itu, untuk pemberantasan tindak pidana korupsi, pada
bagian ini dibutuhkan manusia yang mempunyai moral dan etika yang baik, serta memiliki
kemampuan bidang tertentu sesuai dengan jabatan yang akan diduduki oleh manusia
baik tersebut. Sehingga tidak cukup hanya mempunyai intelektual yang memumpuni,
tetapi juga mempunyai moral dan etika yang berlandasakan anti kurupsi.
Peran mahasiswa dalam
pemberantasan korupsi adalah berkontribusi agar kedua hal di atas dapat
terpenuhi. Misalnya dalam penyusunan sistem yang baik, mahasiswa harus tetap
dapat mengawasi penyusunan atau pembentukan sistem (hukum) yang baik, yaitu
dengan cara menganalisis dengan cermat sistem (hukum) tersebut apakah baik
untuk rakyat atau tidak, apakah dapat dijalankan dengan baik atau tidak, dsb.
Apabila ada yang kurang tepat yang melanggar semangat anti korupsi, dapat
menyurakan dengan berbagai cara yang bermoral dan dapat juga menyumbangkan ide
untuk para penyusun sistem tersebut.
Peran mahasiswa
pada bagian yang kedua (manusia yang baik pada posisi yang tepat) adalah peran
yang sangat tepat bagi mahasiswa untuk berkontribusi dalam pemberantasan tindak
pidana korupsi. Namun, peran ini akan tercapai setelah para agent of change ini mempunyai posisi
yang tepat pada dunia kerja. Oleh karena itu, pada saat mahasiswa (masih
kuliah) harus sebaik mungkin membentuk dirinya dengan semangat anti korupsi,
yaitu bermoral dan beretika baik. Hal ini juga harus dibarengi dengan semangat
belajar sesuai dengan bidang ilmu yang dipelajari untuk mempunyai kemampuan
yang dibutuhkan di dunia kerja. Berdasarkan hal tersebut, maka mahasiswa saat
ini nantinya adalah manusia yang baik pada posisi yang tepat sebagai agent anti korupsi, serta “budaya”
korupsi akan berubah seiring berjalannya waktu dengan “Budaya Anti-Korupsi”.
Korupsi hanya untuk memperkaya diri sendiri, dan merugikan orang lain
BalasHapus