Laman

Senin, 22 Oktober 2012

Latar Belakang Timbulnya Agama Islam



Agama Islam adalah agama yang mengajarkan tentang perilaku manusia kepada Sang Pencipta yaitu Allah SWT. Ajaran Islam tersebut tidak lain adalah mengajarkan apa yang ada di dalam kitab suci agama Islam yaitu Al – Qur’an. Oleh sebab itu, apabila berbicara tentang latar belakang timbulnya Islam, maka kita sebenarnya berbicara latar belakang kenapa Allah menurunkan Al – Qur’an kepada Nabi Muhammad saw untuk umat manusia. Tapi mengapa Islam dengan kitab sucinya Al – Qur’an diturunkan? Sementara waktu itu sudah banyak agama dan dengan kitab sucinya juga.
Dalam Al – Qur’an cukup jelas mengapa Allah SWT mengutus Nabi Muhammad saw sebagai Rasulallah untuk menyampaikan firman – firman Allah kepada umat manusia. Dapat kita lihat di surah Ali Imran ayat 164 yang mempunyai arti “Sesungguhnya Allah telah memberi karunia kepada orang – orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri. Ia membacakan kepada mereka ayat – ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka dan mengajarkan mereka Al Kitab dan Al Hikma. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan nabi) itu, mereka berada dalam kesesatan yang nyata”. Dengan demikian ayat ini sudah jelas bahwa agama Islam timbul karena adany kesesatan umat manusia dengan ajaran mereka untuk menyembah Allah SWT.
Allah SWT menurunkan Al – Qur’an kepada Nabi Muhammad saw melalui malaikat Jibril secara berangsur – angsur. Al – Qur’an diturunkan secara berangsur – angsur salah satunya ialah karena “Agar lebih mudah dimengerti dan dilaksanakan. Orang akan enggan melaksanakan suruhan dan larangan sekiranya suruhan dan larangan itu diturunkan sekaligus banyak”. (hal ini diebutkan oleh bukhari dari riwayat ‘Aisyah r.a). 
Lalu kenapa Al – Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad saw?. Hal ini pun cukup jelas difirmankan oleh Allah SWT di dalam Al – Qur’an salah satunya dalam Surat At Taubah ayat 128, yang mempunyai arti “Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari bangsamu sendiri, berat terasa oleh penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan kebahagian) mu, terhadap orang – orang mukmin ini sangat pengasih lagi penyayang”. Surat ini berarti, bahwa rasul yang diturunkan kepada mereka itu adalah salah seorang diantara mereka, yang mereka tahu benar tentang kemurnian moralnya dan kebaikan budi pekertinya.
Oleh karena itu, kita sekarang tahu mengapa Agama Islam itu ada walaupun pada saat itu sudah banyak agama – agama lain. Allah SWT menjadikan Islam sebagai agama tidak lain karena manusia pada saat sebelum itu adalah berada dalam kesesatan. Dengan demikian Allah mengutus Nabi Muhammad saw untuk mengajarkan kebenaran kepada umat manusia. Nabi Muhammad pun dipilih oleh Allah untuk menjadi rasul karena mereka (umat manusia) sudah tahu kebaikan dan kemurnian dari hatinya, hal ini dikarenakan agar mereka lebih mudah percaya dengan apa yang disampaikan oleh Nabi Muhammad saw yang menurut mereka tidaklah mungkin berbohong.

Sabtu, 20 Oktober 2012

Disiplin Hukum

Disiplin Hukum adalah Sistem ajaran mengenai gejala - gejala atau kenyataan yang dihadapi.

Pada dasarnya disiplin hukum dapat dibedakan menjadi 2, yaitu :
1. Disiplin Analitis
    adalah sistem ajaran yang menitik beratkan kepada menganalisis, memahami dan menjelaskan gejala - gejala yang dihadapi.
contoh : ekonomi dan sosiologi
2. Disiplin Preskriptip
    adalah sistem ajaran mengenai apa yang seyognya atau yang harus dilakukan dalam mengadapi kenyataan.
contoh : hukum dan filsafat.

Disiplin dapat dibagi sebagai berikut :
A. Ilmu - Ilmu Hukum
B. Politik Hukum
C. Filsafat Hukum

A. Ilmu - Ilmu Hukum
    Adalah Ilmu yang mencakup :
    a. Ilmu Tentang Kaedah
        adalah ilmu yang menelaah kaedah atau sistem kaedah - kaedah hukum.
    b. Ilmu Tentang Pengertian
        adalah ilmu yang menjelaskan pengertian - pengertian pokok dalam hukum. Seperti subyek hukum, hak dan kewajiban, obyek hukum, dsb.
    c. Ilmu Tentang Kenyataan
        adalah ilmu yang mencakup :
        - Sosiologi Hukum
        - Antropologi Hukum
        - Physiologi Hukum
        - Perbandingan Hukum
        - Sejarah Hukum

B. Politik Hukum
    adalah kegiatan mencakup memilih nilai - nilai dan menerapkan nilai - nilai.

C. Filsafat Hukum
    adalah perenungan nilai - nilai dan merumuskan nilai - nilai serta penyerasian nilai - nilai tersebut.
 

Tata Cara Pemidanaan Hukuman Mati


              Indonesia merupakan salah satu negara dari sekian banyak negara yang masih konsisten memberlakukan pidana mati dalam hukum nasionalnya. Di dalam pelaksanaannya banyak pihak yang pro tentang adanya pidana mati dan ada juga yang kontra. Pro dan Kontra ini berlanjut mengenai masalah tata cara pelaksanaan eksekusi terpidana mati. Tembak mati menjadi salah satu upaya yang dipilih untuk mengeksekusi terpidana berdasarkan UU No. 2/Pnps/1964 yang selanjutnya ditetapkan sebagai undang-undang melalui UU Nomor 5 Tahun 1969. Pendapat lain mengatakan tata cara pelaksanaan pidana mati dengan cara ‘ditembak sampai mati’ sangat melanggar hak asasi manusia seperti diatur dalam UUD 1945.
Selain itu produk hukum UU No. 2/Pnps/1964 dianggap sangat tidak konstitusional mengingat proses pembentukannya yang tidak berdasarkan UUD 1945. Dengan adanya putusan Mahkamah Kontitusi Nomor. 21/PUU-VI/2008 maka Indonesia mempunyai pandangan yang tegas dan mendasar tentang tata cara pelaksanaan pidana mati yang tidak melanggar hak konstitusional.

Terbitnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor. 21/PUUVI/2008 tentang Penolakan permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 02/Pnps/Tahun 1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati semakin mengukuhkan satu-satunya cara pelaksanaan eksekusi terpidana mati dengan cara ditembak sampai mati. Di sisi lain melalui putusan ini menunjukkan Negara Indonesia masih tetap memandang penting adanya sanksi pidana mati bagi terpidana kasus kejahatan berat (terorisme, narkotika, dll.). Hal yang sangat menarik untuk dikaji adalah latar belakang Putusan Mahkamah Konstitusi ini. berawal dari adanya permohonan Pengujian Undang-undang baik secara materil maupun formil dari Undang-undang No.2/Pnps/Tahun 1964 terhadap UUD 1945. Uniknya para pemohon ini adalah ketiga terpidana mati kasus Bom Bali, Amrozi Bin Nurhasyim, Ali Gufron Bin Nurhasyim alias Mukhlas dan Abdul Azis alias Imam Samudera yang sebelumnya pernah menyatakan diri tidak takut untuk dieksekusi mati. Melalui kuasa hukumnya, Tim Pengacara Muslim mereka sangat keberatan dengan tata cara pelaksanaan pidana mati yang berlaku di Indonesia. Mereka menilai ada banyak hal yang sangat bertentangan dengan UUD 1945 sehingga melanggar hak konstitusi mereka sebagai warga Negara Indonesia. Pemohon mengajukan  permohonan pengujian Undang-undang No. 2/Pnps/tahun 1964 baik secara materiil maupun formil. Secara materiil, Pemohon sangat keberatan dengan tata cara pelaksanaan pidana mati melalui cara ditembak sampai mati karena menurutnya tindakan itu sangat menyiksa terpidana. Pemohon yang masih memiliki hak konstitusional selaku warga Negara Indonesia merasa tidak dilindungi haknya dengan tata cara ditembak sampai mati. Meskipun pemohon berstatus sebagai terpidana mati bukan berarti sebagai warga negara telah kehilangan hak konstitusionalnya.
Tata cara pelaksanaan pidana mati melalui ditembak sampai mati dengan sasaran jantung terpidana justru menjadi suatu cara yang paling efektif dan manusiawi untuk mencabut nyawa. Kecil kemungkinan seorang terpidana yang ditembak mati mengenai jantungnya masih hidup. Oleh karena itu tata cara ini dapat dinilai tidak melanggar Pasal 28I  UUD 1945“Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hak nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun”. Karena terpidana tidak tersiksa dahulu baru mati. Pada kondisi khusus, dimana tembakan ternyata meleset atau dengan satu tembakan yang mengenai jantung ternyata terpidana masih menunjukkan tanda-tanda kehidupan maka UU No. 2/Pnps/1964 telah memberikan pengaturan. Setelah mengetahui terpidana masih hidup, tidak berarti diadakan tembakan tahap kedua atau dilakukan penembakan secara beramai-ramai.
UU No. 2/Pnps/1964 lebih memilih cara ditembak sampai mati dengan regu tembak. Pasal 1 dan 14 UU No. 2/Pnps/1964 menyatakan:
Pasal 1:
“Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan hukum acara pidana yang ada tentang penjalanan putusan pengadilan, maka pelaksanaan pidana mati, yang dijatuhkan oleh pengadilan di lingkungan peradilan umum atau peradilan militer, dilakukan dengan ditembak sampai mati, menurut ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal berikut”.
Pasal 14:
(1)  Apabila semua persiapan telah selesai, maka Jaksa Tinggi/Jaksa tersebut dalam Pasal 4 memerintahkan untuk memulai pelaksanaan pidana mati.

(2)  Dengan segera para pengiring terpidana menjauhkan diri dariterpidana.

(3)  Dengan menggunakan pedangnya sebagai isyarat, Komandan Regu Penembak memberikan perintah supaya bersiap, kemudian dengan menggerakkan pedangnya ke atas ia memerintahkan regunya untuk membidik pada jantung terpidana dan dengan menyentakkan pedangnya ke bawah secara cepat, dia memberikan perintah untuk menembak.

(4) Apabila setelah penembakan itu, terpidana masih memperlihatkan tanda-tanda bahwa dia belum mati, maka Komandan Regu segera memerintahkan kepada Bintara Regu Penembak untuk melepaskan tembakan pengakhir dengan menekankan ujung laras senjatanya pada kepala terpidana tepat di atas telinganya.

(5)  Untuk memperoleh kepastian tentang matinya terpidana dapat minta bantuan seorang dokter.

Menurut UU No. 2/Pnps/1964 tata cara pelaksanaan pidana mati dilakukan dengan prosedur yang tegas:
1.         Jaksa Tinggi/jaksa yang bertugas memimpin pelaksanaan pidana mati;
2.         Pengiring terpidana menjauhkan diri dari terpidana;
3.         Komandan Regu Tembak memberi tanda persiapan pada Regunya dengan membidik jantung terpidana sebagai sasaran;
4.         Dengan tanda ayunan pedang secara cepat, komandan memerintahkan regu untuk menembak.

cara pelaksanaan pidana mati oleh beberapa negara dan kemungkinan pelanggaran hak asasinya :
Jenis Hukuman
Cara pelaksanaan
Proses kematian

Indikasi  pelanggaran  HAM
Negara yang memberlakukan
Hukuman gantung
Pada leher terpidana diikatkan seutas tali setelah itu papan injak kaki terdakwa ditarik atau dilepas
5 menit
Terpidana tersiksa selama 5 menit
Irak, Iran, India, Jepang, Malaysia, Singapura
Hukuman penggal di leher


1. Algojo mengayunkan
pedang ke leher
korban;

2. Algojo meletakkan kepala korban ke alat pengal lalu menjatuhkannya
Langsung mati

Terpidana langsug mati namun tindakan tergolong sadis

Arab Saudi, Qatar, Yaman
Ditembak pada sasaran mematikan

Petugas/ regu tembak mengarahkan tembakan pada jantung, pelipis atau kepala bagian belakang terpidana
Jantung: 7-11 detik

Pembuluh darah besar: 7-15 menit

Kepala/ otak: mati
seketika
Sasaran bisa tidak tepat tetapi dalam proses mati bukan penyiksaan

Libya, Palestina, Yaman, China, Indonesia
Di strum listrik


Terpidana didudukan pada alat pengalir listrik, diikat dan di aliri listrik
Tergantung ketahanan tubuh

Penyiksaan
Amerika
Di masukkan dalam Ruang Gas

Terpidana di masukkan dalam Ruang Gas beracun hingga mati
Tergantung ketahanan tubuh

Penyiksaan

Mexico, Negara Bagian Colorado, North Carolina
Di suntik mati

Terpidana di suntik zat tertentu yang menyebabkan berhentinya sistem kehidupan tubuh
30 detik
Terpidana tidak merasa sakit

Guatemala, Philpina, Thailand

Pengertian dan Karakteristik Masyarakat Islami Serta Peran Keluarga Dalam Pembentukan Masyarakat Islami


             Sebagai agama besar yang dianut oleh satu milyar lebih umat manusia, Islam telah membentuk masyarakat yang kuat dalam tatanan yang penting dan teratur yang disebut dengan masyarakat Islam. Sebagai masyarakat Islam yang berpedoman kepada akidah dan hukum Islam, maka seharusnya juga menjalani secara Islami yang disebut masyarakat Islami. Lalu apakah masyarakat Islami tersebut? Dan bagaimana karakteristik masyarakat Islami tersebut? Dan sejauh mana keluarga berperan dalam membentuk masyarakat Islami tersebut?.

Masyarakat Islami adalah masyarakat yang dibentuk berdasarkan etika Ketuhanan Yang Maha Esa yang bertopang pada :

     a)      Menaati perintah Allah SWT yang dicerminkan dengan kasih sayang terhadap sesama anggota masyarakat,

     b)      Bersyukur terhadap rahmad dan nikmat Allah SWT, segala puji-Nya semata, yang dicerminkan pada upaya mewujudkan kesejahteraan dan kemashalahatan masyarakat material dan spiritual, berlandasan pada kaidah – kaidah moral yang mulia,

      c)      Rasa dekat dengan Tuhan yang dicerminkan dalam perasaan takut pada larangan – larangan-Nya yang akan membentuk sikap dan jiwa yang adil dan bertanggung jawab, menghindari tingkah laku curang dan menolak kejahatan dalam anggota masyarakat.

Didalam Islam terdapat 10 karakteristik Masyarakat Islam, yaitu :
     1.      Masyarakat Islami adalah masyarakat terbuka, berdasarkan pengakuan pada keastuan umat dan cita – cita persaudaraan sesama manusia.
     2.      Masyarakat Islami adalah masyarakat yang terpadu, integratif, dimana agama menjadi perekat yang menyatuhkan.
     3.      Masyarakat Islami adalah masyarakat yang dinamis dan progresif, karena manusia diciptakan sebagai khalifah di muka bumi.
     4.      Masyarakat Islami adalah masyarakat yang demokrasi, baik secara spiritual, sosial, ekonomi, maupun demokrasi politik.
     5.      Masyarakat Islami adalah masyarakat yang berkeadilan, yang membentuk semua aspek dari keadilan sosial baik dibidang moral, hukum, ekonomi, dan politik yang telah ditetapkan dalam aturan dan kelembagaan yang telah disepakati.
    6.      Masyarakat Islami adalah masyarakat yang berwawasan ilmiah, terpelajar, karena sangat menekankan pada ilmu pengetahuan dan teknologi.
       7.      Masyakat Islami adalah masyarakat yang disiplin, baik dalam ibadah maupun muamalah.
     8.      Masyarakat Islami menentukan pada kegiatan keumatan yang memiliki tujuan yang jelas dan perencanaan yang sempurna.
     9.      Masyarakat Islami membentuk persaudaraan yang tangguh, menekankan kasih sayang anatara sesama.
      10.  Masyarakat Islami adalah yang sederhana, yang berkesinambungan.

Di dalam masyarakat Islami tentunlah terdapat unsur – unsur pribadi Islami dan keluarga Islami. Pribadi Islami adalah pribadi yang betaqwa dan selalu merasa diawasi oleh Allah SWT, yang membuat pribadi tersebut tidak berani untuk menyimpang dari ajaran – ajaran Allah SWT. Sedangkan keluarga Islami adalah keluarga yang anggota – anggotanya bukan hanya status keagamaannya sebagai muslim, tetapi juga menunjukan keislaman dalam kehidupan sehari – hari, baik dalam ibadah (hubungan kepada Allah) maupun dengan sesama anggota keluarga dan tetangga.
Jadi pendidikan dikeluarga adalah pendidikan awal dan utama bagi seorang manusia. Keluarga adalah pemberi pengaruh pertama pada anak manusia. Pengalaman hidup pada masa-masa awal umur manusia akan membentuk ciri khas, baik dalam tubuh maupunpemikiran yang bisa jadi tidak ada yang dapat mengubahnya sesudah masa itu. Disamping itu juga keluarga, sekolah dan masyarakat merupakan sendi-sendi pendidikan yang fundamental. Islam sebagai agama sekaligus hukum yang mengatur segala urusan di dunia ini telah mengajarkan cara-cara yang benar dalam membangun sebuah keluarga, yaitu keluarga islami. Membentuk dan membina keluarga islami merupakan cita-cita luhur setiap muslim. Keluarga islami adalah salah satu pondasi yang harus diwujudkan karena keluarga adalah salah satu unsur pembentuk masyarakat luas. Jika semakin banyak keluarga menerapkan konsep islami, maka diharapkansemakin mudah membentuk masyarakat islami.
Keluarga ini secara langsung memiliki andil dalammenentukan karakteristik masyarakat yang Islami. Dari keluarga Islami inilah lahir generasi – generasi manusia yang bermartabat dan memiliki rasa kasih sayang dansaling tolong – menolong diantara mereka. Dengan begitu akan terciptalah tatanan dari kehidupan masyarakat yang bercorak Islamiah, yang didukung keluarga – keluarga yang harmonis dan berkasih sayang karena memiliki pemikiran yang benar sebagai pondasinya.