Laman

Jumat, 10 Oktober 2014

Analisis Kasus Pailit

PUTUSAN NOMOR 835 K/Pdt.Sus/2012
KASUS POSISI
Pihak – pihak dalam perkara ini adalah GRACIANA BUDHI HARTUTI sebagai Pemohon Pailit – Kreditor dan PT.  GRAHA  RAYHAN  TRI  PUTRA sebagai Termohon Pailit – Debitor.  
Perkara bermula pada saat Pemohon membeli apartermen dari Termohon yang merupakan perusahaan yang bergerak dibidang usaha pengembangan properti. Pada saat itu Pemohon membeli sebuah apartemen yang terletak di Pancoran, Jakarta Selatan yang lebih dikenal dengan sebutan “Pancoran Riverside”. Atas perjanjian tersebut, maka Pemohon melakukan kewajibannya untuk melakukan pembayaran dalam beberapa tahap, yaitu :
   a)      Pada 26 November 2008, Pemohon Pailit membayar kepada Termohon pailit sejumlah Rp 11.000.000,00 (sebelas juta rupiah);
      b)      Pada 22 Desember 2008, Pemohon Pemohon Pailit membayar melalui transfer perbankan kepada Termohon Pailit sejumlah Rp 21.480.000,00 (dua puluh satu juta empatRepublikratus delapan puluh ribu rupiah);
     c)      Pada 29 Januari 2009, Pemohon Pailit membayar lunas harga jual unit apartemen  melalui  pembayaran  cara  transfer  perbankan  kepada Termohon pailit sejumlah Rp 129.960.000,00 (seratus dua puluh Sembilan juta sembilan ratus enam puluh ribu rupiah).
Setelah itu perjanjian jual beli apartemen ini diikat dengan Perjanjian Pengikatan Jual Beli  (PPJB) Satuan Unit Apartemen  Pancoran  Riverside  Nomor  0127/PR-GRTP/PPJB/I/2011 tertanggal 18 Januari 2011. Dalam Pasal 5 ayat 5.1 PPJB ini menyatakan :                     
Pihak  Pertama  (in  casu  Termohon  Pailit)  dengan  ini  berjanji  dan mengikatkan  diri  untuk  menyelesaikan  pembangunan  apartemen  pada tanggal 21 Desember 2011”;
Namun, Termohon Pailit dengan surat tertanggal 21 Desember 2011  yang  ditujukan  kepada  seluruh  konsumen  pembeli/pemesan apartemen in casu termasuk Pemohon Pailit, meminta penundaan waktu 100 (seratus) hari guna penyelesaian pembangunan apartemen sesuai Pasal 5 ayat 5.3 PPJB atau sampai 1 April 2012. Namun dalam waktu tersebut Termohon tidak dapat juga menyelesaikan pembangunannya dan menyerahkan unit – unit apartemen kepada para pembeli yang telah melakukan pembayaran. Sehingga Pemohon  Pailit melayangkan  teguran/somasi  kepada Termohon  Pailit  supaya  Termohon  Pailit  memenuhi  kewajibannya menyerahkan  unit  apartemen  kepada  Pemohon  Pailit  selambatnya tanggal 30 Juli 2012 namun ternyata Termohon Pailit tetap tidak dapat memenuhi kewajibannya.











ANALISA
BERDASARKAN PASAL 2 AYAT (1) UU NO. 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG

Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 8 ayat (4)  UU No. 37 Tahun 2004, maka apabila Debitor mempunyai dua atau lebih kreditor dan ada utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih serta kedua hal tersebut dapat dibuktikan secara sederhana, maka pengadilan harus memutuskan Debitor dinyatakan pailit. Dengan demikian perkara ini akan dianalisis berdasarkan:
1.      Debitor Yang Memiliki Dua atau Lebih Kreditor (concursus creditorium)
Adanya persyaratan concursus creditorium adalah sebagai bentuk konsekuensi berlakunya ketentuan Pasal 1131 Burgerlijk Wetboek dimana rasio kepailitan adalah jatuhnya sita umum atas semua harta benda debitor untuk kemudian setelah dilakukan rapat verifikasi utang-piutang tidak tercapai perdamaian atau accoord, dilakukan proses likuidasi atas seluruh harta benda debitor untuk kemudian dibagi-bagikan hasil perolehannya kepada semua kreditor sesuai urutan tingkat kreditor yang telah diatur oleh undang-undang.

Jika debitor hanya memiliki satu kreditor, maka eksistensi Undang-Undang Kepailitan kehilangan raison d’etre-nya. Bila debitor hanya memiliki satu kreditor, maka seluruh harta kekayaan debitor otomatis menjadi jaminan atas pelunasan utang debitor tersebut dan tidak diperlukan pembagian secara pari passu prorata parte, dan terhadap debitor tidak dapat dituntut pailit karena hanya mempunyai satu kreditor.

Oleh karena itu maka dalam perkara ini harus dibuktikan terlebih dahulu bahwa Termohon memiliki kreditur lain selain Pemohon. Dalam perkara ini, Pemohon telah membuktikan bahwa selain dirinya, terdapat kreditur – kreditur lain yang memiliki piutang atas Termohon, yaitu :
  • -          Dra. Siti Aminah, dengan tagihan kepada Termohon Pailit sejumlah Rp 103.680.000,00  (seratus tiga juta enam ratus delapan puluh ribu            rupiah);           
  • -          Rita Kurnia Utari SSI, dengan tagihan kepada Termohon Pailit sejumlah Rp 103.680.000,00  (seratus tiga juta enam ratus delapan puluh ribu rupiah).
Dengan demikian unsur ini terpenuhi, bahwa Termohon memiliki dua atau lebih kreditor.

2.      Ada utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih
Utang berdasarkan Pasal 1 angka 6 UUK adalah Utang Termohon kepada Pemohon, jelasnya Pasal 1 angka 6 UUK menyatakan:                             
            “Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung mapun yang akan timbul dikemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan Debitor”
Berdasarkan pengerian ini, jika dilihat bahwa utang harus dapat dinyatakan dalam jumlah uang, maka Termohon termasuk memiliki utang. Utang Termohon adalah unit apartemen yang seharusnya diberikan kepada Pemohon berdasarkan PPJB maupun KUHPerdata maupun peraturan perundang-undangan lainnya. Unit apartermen tersebut dapat dinyatakan dalam jumlah uang sebesar uang yang telah dibayarkan kepada Termohon yaitu sebesar Rp162.440.000,00 (seratus enam puluh dua juta empat ratus empat puluh ribu rupiah), yang dibayarkan dengan cara :
  • -  Pada 26 November 2008, Pemohon Pailit membayar kepada Termohon pailit sejumlah Rp 11.000.000,00 (sebelas juta rupiah)
  • Pada 22 Desember 2008, Pemohon Pemohon Pailit membayar melalui transfer perbankan kepada Termohon Pailit sejumlah Rp 21.480.000,00 (dua puluh satu juta empatRepublikratus delapan puluh ribu rupiah);
  • Pada 29 Januari 2009, Pemohon Pailit membayar lunas harga jual unit apartemen  melalui  pembayaran  cara  transfer  perbankan  kepada Termohon pailit sejumlah Rp 129.960.000,00 (seratus dua puluh Sembilan juta sembilan ratus enam puluh ribu rupiah).

Ketentuan adanya syarat utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, menurut Sutan Remy Sjahdeini, kedua istilah tersebut memiliki pengertian dan kejadian yang berbeda. Suatu utang dikatakan sebagai utang yang telah jatuh waktu atau utang yang expired, yaitu utang yang dengan sendirinya menjadi utang yang telah dapat ditagih. Sedangkan utang yang telah dapat ditagih belum tentu merupakan utang yang telah jatuh waktu.
Pengaturan suatu utang jatuh tempo dan dapat ditagih, dan juga wanprestasi dari salah satu pihak dapat mempercepat jatuh tempo utang, yang diatur di dalam perjanjian. Ketika terjadi default, jatuh tempo utang telah diatur, maka pembayaran utang dapat dipercepat dan menjadi jatuh tempo dan dapat ditagih seketika itu juga sesuai dengan syarat dan ketentuan perjanjian.
Dalam perkara ini, hal ini dapat dilihat bahwa berdasarkan Surat Perjanjian Pengikatan Jual Beli Satuan Unit Apartemen Pancoran  Riverside  Nomor  0127/PR-GRTP/PPJB/I/2011 tertanggal 18 Januari 2011 pada Pasal 5 ayat 5.1 menyatakan :                   “Pihak  Pertama  (in  casu  Termohon  Pailit)  dengan  ini  berjanji  dan mengikatkan  diri  untuk  menyelesaikan  pembangunan  apartemen  pada tanggal 21 Desember 2011.”              
Namun, Termohon Pailit dengan surat tertanggal 21 Desember 2011  yang  ditujukan  kepada  seluruh  konsumen  pembeli/pemesan apartemen in casu termasuk Pemohon Pailit, meminta penundaan waktu 100 (seratus) hari guna penyelesaian pembangunan apartemen sesuai Pasal 5 ayat 5.3 PPJB yang berarti tenggang waktu 100 hari sejak 21 Desember 2011 adalah 01 April 2011. Berdasarkan ketentuan tersebut maka utang Termohon Pailit telah definitif jatuh tempo pada tanggal 21 Desember 2011 berdasarkan Pasal 5 angka 5.1 PPJB atau pada 01 April 2012 berdasarkan Pasal 5 angka 5.3 PPJB atau pada 15 Mei 2012 berdasarkan Pasal 6 angka 6.1 PPJB atau pada 30 Juli 2012 berdasarkan Somasi.
Dengan demikian hal ini terpenuhi.


KESIMPULAN


Berdasarkan analisa diatas maka seharusnya Majelis Hakim mengabulkan Pemohon untuk menyatakan Termohon pailit. Hal ini karena syarat-syarat pailit yaitu mempunyai dua kreditor atau lebih dan utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih dapat dibuktikan secara sederhana telah terpenuhi sebagaimana amanat Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 8 ayat (4) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Namun, Pengadilan Niaga dalam tingkat pertama maupun Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi memutuskan menolak permohonan Pemohon dan menghukum Pemohon untuk membayar biaya perkara.

Mahkamah Agung memutuskan hal tersebut berdasarkan bahwa  keterlambatan  penyelesaian  terhadap apartemen  Pancoran  Riverside  adalah  faktor-faktor  di  luar kemampuan Termohon antara lain adanya perubahan peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah dalam pemberian izin serta adanya perlawanan dari masyarakat setempat yang menghambat  penyelesaian  pembangunan  apartemen  tersebut, yang  tidak  mudah  dalam  pembuktiannya  oleh  karenanya permohonan Pemohon tidak memenuhi ketentuan Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang  No.  37  Tahun  2004  tentang  Kepailitan  dan Penundaan Pembayaran Utang. Namun dalam hal ini salah satu Hakim Agung yaitu Prof. Dr. Takdir Rahmadi, S.H., LL.M., menyatakan telah berpendapat berbeda (dissenting opinion).

1 komentar: