Laman

Senin, 22 Oktober 2012

Apa Yang Dimaksud Keamanan Nasional?



Keamanan Nasional (National Security) merujuk pada kebutuhan untuk memelihara dan mempertahankan eksistensi negara melalui kekuatan ekonomi, militer dan politik serta pengembangan diplomasi. Secara konvensional, tafsir konsep Keamanan Nasional menekankan kepada kemampuan pemerintah dalam melindungi integritas teritorial negara dari ancaman yang datang dari luar dan dari dalam negara tersebut. Beberapa langkah yang penting untuk memastikan keamanan
nasional :
  • Penggunaan diplomasi untuk menggalang sekutu dan mengisolasi ancaman
  • Penataan Angkatan Bersenjata yang efektif
  • ImplementasI  konsep pertahanan yang bersifat sipil dan kesiagaan dalam menghadapi situasi darurat, termasuk terorisme.
  • Memastikan daya dukung dan ketersediaan infrastruktur dalam negeri yang penting
  • Penggunaan kekuatan intelijen untuk mendeteksi dan mengalahkan atau menghindari berbagai ancaman dan spionase, serta melindungi informasi rahasia
  • Penggunaan kekuatan kontra­intelijen untuk melindungi negara

Setelah berakhirnya era Perang Dingin, perkembangan ilmu hubungan internasional melahirkan pandangan baru konsep keamanan yang tidak hanya meliputi aspek militer dan pelibatan aktor keamanan semata­mata. Menurut para pakar Konsep keamanan nonkonvensional ini  memiliki definisi yang lebih fleksibel dan meliputi aspek non-militer dan melibatkan aktor­aktor non­insititusi pemerintah.

Mengapa Konsep
Keamanan Nasional Penting?
Sejak jatuhnya Uni Sovyet dan berakhirnya Perang Dingin serta munculnya isu-isu keamanan kontemporer seperti terorisme, maka konsep-konsep keamanan nasional klasik dengan serta merta bergeser secara dramatik. Reformasi sektor keamanan dan manajemen sektor keamanan menjadi kebutuhan banyak negara dengan alasan dan landasan beragam. Beberapa negara bangkit dari rezim yang represif dan melaksanakan pembangunan paska konflik internal dan perang sipil. Sementara beberapa negara lain yang merupakan negara berkembang memiliki pemerintahan yang belum memberikan perhatian yang memadai terhadap keamanan nasionalnya.

Langkah-langkah untuk mengadopsi konsep dan menata keamanan nasional dalam menghadapi ancaman-ancaman di masyarakat terus menerus didiskusikan terutama di negara-negara demokratis. Topik diskusi itu terpusat pada skala dan peran dari otoritas negara dalam kaitannya dengan hak-hak sipil dan Hak Asasi Manusia (HAM). Ketegangan muncul antara peran penjagaan negara (yang membatasi isu-isu sensitif seperti hak untuk menentukan nasib sendiri dan mengedepankan konsep kedaulatan) dan hak serta kekebebasan individu.

Konsep keamanan nasional menjadi penting untuk diperhatikan karena ia tidak bisa dilepaskan dari prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance), aturan hukum (Rule of Law) dan pengawasan yang seimbang (check and balances). Penekanan ini penting mengingat bahwa kepentingan  keamanan nasional bisa memunculkan ekses politik dan sosial yang tidak diharapkan publik.Karenanya untuk tindakan-tindakan tertentu terkait kepentingan keamanan nasional seperti pengawasan terhadap kehidupan publik dan sensor media mensyaratkan satu keputusan politik yang bisa diterima publik secara konstitusional.

Sebagai contoh, di Amerika Serikat, kontroversi tentang USA Patriot Act (Undang-undang Keamanan Nasional Amerika yang diterbitkan terkait ancaman terorisme di Amerika) telah memunculkan dua pertanyaan publik; atas nama kemananan nasional apakah hak-hak dan kebebasan individu dapat dibatasi, dan apakah pembatasan hak-hak dan kebebasan-kebebasan individu atas nama keamanan nasional dapat dibenarkan.

Apakah Kemanan Nasional Hanya
Berhubungan Dengan Militer?
Tidak. Militer hanya salah satu dari aspek penting dalam konsep keamanan nasional. Keamanan nasional juga ditentukan oleh aktor dan aspek lain seperti politik, ekonomi, sosial dan lingkungan. Kelima aspek baik yang berkaitan dengan militer maupun non­militer, memiliki keterkaitan antara satu dengan lainnya dan dapat diperinci  pada tataran  peran  di tingkat individu, nasional, regional dan internasional.

Perserikatan Bangsa­Bangsa (PBB) menekankan perubahan konsep dan fokus keamanan dari keamanan yang menitikbeatkan kepada keamanan negara menjadi keamanan masyarakat, dari keamanan melalui kekuatan militer menuju keamanan melalui pembangunan masyarakat, dari keamanan wilayah kepada keamanan manusia terkait jaminan keamanan, pangan, pekerjaan dan lingkungan.

Karenanya, keamanan nasional merupakan perwujudan konsep keamanan secara menyeluruh, yang memiliki empat dimensi:
(1) dimensi pertahanannegara,
(2) dimensi stabilitas dalam negeri,
(3) dimensi ketertiban publik, dan
(4) dimensi keamanan insani.

Secara teoritik empat dimensi keamanan ini, mendefinisikan keamanan nasional sebagai upaya politik pemerintah yang bertujuan untuk menciptakan kondisi aman bagi terselenggaranya pemerintahan dan kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga mampu meraih kepentingan nasional dari segala bentuk gangguan dan ancaman baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri.

Apa Perbedaan Antara
Konsep Keamanan Nasional dan
Keamanan Insani (Human Security)?
Sebagian analis keamanan memandang bahwa konsep keamanan nasional sudah usang dan tidak lagi bermanfaat bagi masyarakat internasional sejak munculnya sejumlah ancaman keamanan global saat ini (seperti terorisme dan pemanasan global) yang tidak mungkin dijawab dengan pendekatan yang militeristik.

Untuk merespon ini, sejumlah akademisi, Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) dan pengambil kebijakan telah merekomendasikan perlunya mengadopsi satu konsep yang berpusat pada keamanan manusia atau Keamanan Insani (Human Security). Konsep ini menekankan bahwa keamanan global akan dapat ditingkatkan dengan baik ketika setiap pemimpin negara menfokuskan kebijakannya pada pengurangan kerawanan yang mengancam setiap individu merupakan jalan terbaik untuk meningkatkan keamanan nasional.

Badan PBB untuk Program Pembangunan, UNDP (United Nations Development Programme’s), dalam laporannya pada tahun 1994 mengemukakan konsep human security dimengerti sebagai bebas dari ketakutan (freedom from fear) dan bebas dari kebutuhan (freedom from want). Konsep ini meliputi;
1) Keamanan Ekonomi (economic security),
2)Keamanan Pangan (foodsecurity),
3)Keamanan Kesehatan (health security),
4) Keamanan Lingkungan (enviromental Security),
5) Keamanan Individu (personal security),
6) Keamanan Komunitas (community security), dan
7) Keamanan Politik (political security).

UNDP meringkas human security sebagai :
(1) keamanan dari ancaman krusial ; seperti kelaparan, penyakit dan represi,
(2) perlindungan dari gangguan yang menyakitkan dan/tiba-tiba dalam kehidupan sehari-hari,     baik di lingkungan rumah tangga, pekerjaan atau komunitas.

Keamanan Nasional Indonesia
Dalam Lampiran poin 4, Peraturan Presiden (Perp­pres) No. 7 Tahun 2008 Tentang Kebijakan Umum Pertahanan Negara, Keamanan Nasional Indonesia dirumuskan sebagai suatu rasa aman dan damai dari bangsa Indonesia dalam Wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Cakupan konsep keamanan nasional Indonesia  meliputi segala daya dan upaya untuk menjaga dan memelihara rasa aman dan damai bangsa Indonesia terdiri dari pertahanan negara, keamanan negara, keamanan publik dan keamanan individu. Kepentingan nasional Indonesia  terdiri dari 3 (tiga) strata:
  • Mutlak, kelangsungan NKRI, berupa integritas teritorial, kedaulatan nasional, dan keselamatan bangsa Indonesia.

  • Penting, berupa demokrasi politik dan ekonomi, keserasian hubungan antar suku, agama, ras, dan golongan (SARA), penghormatan terhadap HAM, dan pembangunan yang berwawasan lingkungan hidup.
  • Pendukung; Keterlibatan Indonesia dalam mendukung dan mewujudkan perdamaian dunia dan ketertiban dunia.

Sementara dalam draft Rancangan Undang­undang Keamanan Nasional versi kelompok kerja (pokja) Departemen Pertahanan Januari 2007, disebutkan bahwa Keamanan Nasional Indonesia adalah:

1.fungsi pemerintahan yang diselenggarakan untuk menjamin tegaknya kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI, terjaminnya keamanan dan kelangsungan hidup bangsa dan negara, perikehidupan rakyat, masyarakat dan pemerintah yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, dan

2. Kondisi keamanan yang berlaku dalam ruang lingkup sebagian atau seluruh wilayah NKRI. Secara konstitusional, Keamanan Nasional ditujukan untuk mencapai Tujuan Nasional sebagaimana ditegaskan dalam pembukaan UUD 1945 bahwa; “…negara melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia.” Untuk mencapai tujuan nasional di sektor keamanan, dikembangkan sistem keamanan nasional. Sayangnya, menurut para analis, sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (Sishankamrata) yang masih dipakai sebagai satu­satunya sistem keamanan dan doktrin pertahanan bersifat statis dan permanen. Padahal Sishankamrata harus dinamis dan dapat memberikan ruang lingkup bagi negara untuk mengembangkan strategi, kebijakan dan kemampuan pertahanan negara yang memadai. Pendekatan keamanan nasional tidak terfokus pada pendekatan keamanan negara, karena negara sebagai aktor keamanan tidak hanya memperhatikan issue keamanan tradisional yang mengancam kedaulatan politik dan teritorial, tapi juga isu keamanan yang bersifat non­konvensional yang mengancam kehidupan warga negara.

Bagaimana Pengaturan
Penyelenggaraan Keamanan Nasional?
Di Indonesia, munculnya usulan RUU Keamanan Nasional tidak lepas dari adanya kelemahan yang masih timbul dari berbagai perangkat perundang­undangan yang lahir pasca pemisahan TNI­Polri. Baik UU No. 2 Tahun 2002 Tentang Polri, UU No. 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara, maupun UU No. 34 Tahun 2004 Tentang TNI, ternyata memunculkan masalah yang berupa tidak adanya ruang bagi koordinasi dan sinergi operasional di lapangan.

Kebutuhan legislasi dalam kebijakan keamanan ini diperlukan untuk mengatur dan penyelenggaraan keamanan nasional secara demokratis, komprehensif  dan terkoordinasi. Kebijakan itu juga menjadi landasan hukum untuk mengatur keterlibatan berbagai institusi, batas kewenangan antar institusi yang terlibat dan sumber daya yang digunakan.

Gagasan keamanan nasional sebelumnya telah dituangkan dalam RUU Pertahanan dan Keamanan Negara. Dalam RUU ini Kelompok Kerja Reformasi Sektor Keamanan mengemukakan Pertimbanagn Strategi Politik dan Legal dalam penyusunan kebijakan keamanan.
Tiga Pertimbangan Kebutuhan UU
Pertahanan dan Keamanan Negara


Pertimbangan Strategi;
berkaitan dengan pemahaman dan praktek yang menempatkan Pertahanan dan keamanan negara sebagai suatu konsep yang merangkum berbagai subjek, dimensi ancaman, serta sumber daya; tidak semata-mata berdimensi tunggal yang berpusat kepada negara. Konsekuensinya, pemahaman atas konsep pertahanan dan keamanan negara perlu diperluas untuk menjangkau bukan hanya keamanan sebuah negara sebagai entitas politik yang sah berdaulat tetapi juga keamanan insani (humansecurity).

Pertimbangan Politik;
dari sisi politik, perumusan perundangundangan Pertahanan dan Keamanan Negara merupakan kebutuhan yang mendesak untuk mengatur kembali peran dan posisi institusi yang bertanggungjawab untuk mewujudkan pertahanan dan keamanan negara. Dalam sistem demokrasi, pertahanan dan keamanan negara tidak lagi semata-mata menjadi wilayah kekuasaan negara secara eksklusif, tapi menjadi wilayah bersama yang melibatkan aktor yang lebih luas. Karenanya, perlu ada pengaturan tentang pertahanan dan keamanan negara yang mencerminkan kepentingan aktor yang lebih luas.

Pertimbangan Legal;
Undang-undang Pertahanan dan Keamanan Negara dibutuhkan untuk: 1) mengoperasionalkan ketentuan UUD 1945 Pasal 30, 2) mengisi sebagian kekosongan hukum di bidang keamanan nasional dan sekaligus menggantikan UU No 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara, dan 3) Menutup ketidakkonsistenan Dan sekaligus menyelaraskan regulasi-regulasi yang menyangkut pertahanan dan keamanan.

Secara teoritik, pengaturan kelembagaan dan hubungan kelembagaan dalam keamanan nasional negara demokrasi meliputi:
  • Upaya mewujudkan keamanan nasional harus didasarkan kepada prinsip demokrasi. Prinsip ini mencakup supremasi sipil, transparansi dan akuntabilitas
  • Upaya mewujudkan keamanan nasional harus didasarkan kepada penghormatan kepada hak­hak sipil, dan
  • Penggunaan kekerasan merupakan pilihan terakhir. Prinsip ini mengharuskan adanya mekanisme untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh institusi­institusi pelaksana.

Meski proses reformasi dan demokratisasi telah berjalan selama kurun waktu 10 tahun, format dan pemahanan tentang keamanan nasional belum ditemukan. Kelemahannya antara lain disebabkan oleh adanya perdebatan mengenai penataan keamanan nasional yang tidak hanya berkisar pada persoalan teknis operasional mengenai Pengaturan, Pengelolaan dan Pengimplemnetasian, melainkan masih bertumpu pada paradigma dan konsep keamanan nasional itu sendiri. Penyelenggaraan keamanan nasional secara konseptual harus  didasarkanatas prinsip­prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance).

Prinsip-prinsip Good Governance Dalam
Penyelenggaraan Keamanan Nasional
  • Aktor keamanan haruslah akuntabel dan operasi mereka harus diawasi oleh otoritas sipil dan berbagai organisasi masyarakat sipil.
  • Operasi aktor keamanan harus sejalan dengan sistem hukum nasional dan internasional.
  • Ketersediaan semua informasi mengenai perencanaan, penganggaran dan operasi para aktor keamanan yang dapat diakses oleh publik secara luas serta pengadopsian sebuah pendekatan yang komprehensif dan disiplin atas semua sumber daya yang ada.
  • Badan legislatif dan eksekutif harus mempunyai kapasitas untuk melakukan kontrol politik terhadap berbagai kebijakan, penganggaran dan operasi para aktor di bidang keamanan. Sejalan dengan prinsip ini, masyarakat sipil juga harus mempunyai kapasitas untuk mengawasi dan berpartisipasi secara konstruktif kebijakan, penganggaran dan operasi aktor keamanan.
  • Hubungan sipil-militer harus didasarkan pada hierarki yang jelas dan penghormatan Terhadap Hak Asasi Manusia.
  • Kesetaraan individu harus dijamin di depan hukum maupun dalam proses hukum berdasar tata cara yang adil dan transparan.

Apa Tantangan Dalam Merumuskan Keamanan Nasional?
Penyelenggaraan keamanan nasional saat ini mengalami berbagai hambatan dan tantangan diantaranya terkait dengan perumusan legislasi, sebagaimana diuraikan dalam table di bawah ini.
Substansi
Identifikasi Masalah
Sistem
Keamanan Nasional
  • Tidak adanya rujukan utama untuk mendefinisikan keamanan nasional.
  • Tidak adanya rujukan utama untuk membedah anatomi sistem nasional.
  • Kerangka kerja yang ada, misalnya tentang ketahanan nasional dan wawasan nusantara, tidak lagi dipandang sebagai kerangka utama yang relevan untuk mengembangkan  sistem keamanan nasional.

Dimensi
KeamananNasional
  • Ragam interpretasi konsep pertahanan-keamanan.
  • Pemisahan konsep pertahanan dan keamanan yang tertera dalam TAP MPR serta UUD 1945 justru memperluas ragam interpretasi konseptual.
  • Peletakan konsep keamanan sebagai konsep multidimensi tidak disertai pemahaman bersama tentang sebaran dimensi keamanan nasional.
  • Muncul berbagai terminologi keamanan yang bersumber dari rujukan yang berbeda-beda, seperti keamanan negara, kemanan dalam negeri dan kamtibmas.
  • Tidak adanya paragdima yang konsisten untuk mengelaborasi dimensi keamanan nasional; perspekstif realisme tentang penguatan negara yang digabungkan dengan berbagai perspektif seperti human security sebagai kerangka untuk memetakan masalah keamanan nasional.

Aktor
KeamananNasional
  • Kesepakatan tentang tidak adanya aktor tunggal dalam sistem keamanan tidak adanya mekanisme baku di tingkat nasional yang mengatur diferensiasi serta spesifikasi fungsi antar aktor.
  • Belum ada rujukan tunggal tentang penetapan variasi jenis aktor keamanan nasional.
  • Keragaman alternatif untuk membentuk mekanisme koordinasi tunggal di tingkat nasional, yaitu:Menko Polhukam, Wanhankamnas, atau DKN.
  • Keragaman mekanisme koordinasi spesifik di masing-masing dimensi operasional kemanan nasional, seperti Dewan Pertahanan Negara, Komisi Kepolisian, BIN (sebagai koordinator komunitas intelijen, Komunitas intelijen Daerah (Depdagri), BNN, dan beragam “desk penanggulangan masalah” dikantor Menko Polhukam, Keterkaitan beragam mekanisme koordinasi ini dengan pembentukan sistem keamanan nasional yang belum jelas.

Kebijakan
KeamananNasional
  • Tidak Adanya hirarki kebijakan keamanan yang jelas.
  • Tidak adanya regulasi yang mengharuskan pemerintah menyusun pedoman kebijakan keamanan nasional yang dapat dipergunakan oleh instansi kemanan nasional untuk merumuskan strategi-strategi operasionalnya; presiden tidak mempunyai JAKUM KAMNAS.
  • Kebijakan-kebijakan Yang disusun bersifat sektoral dan parsial serhingga tidak muncul suatu kebijakan keamanan nasional yang integratif dan komprehensif.

Akuntabilitas
Politik-Operasional
  • TidakAdanya standar nasional tentang pemisahan akuntabilitas politik dan operasional institusi keamanan.
  • Ketiadaan pemisahan tersebut menyebabkan pejabat pemegang akuntabilitas operasional masih dilibatkan dalam proses-proses politik perumusan dan pengawasan kebijakan sektoral keamanan nasional.

Pelibatan
Aktor Keamanan
  • Adanya tumpang-tindih kewenangan antar aktor keamanan nasional yang disebabkan oleh ketidak-jelasan tanggung-jawab serta spesialisasi fungsi, kemunculan area abu-abu dan/atau pendelegasian kewenangan satu tugas kemanan nasional ke beragam aktor.
  • Tidak adanya mekanisme dan prosedur baku yang dapat dijadikan rujukan untuk mengerahkan Kekuatan kemanan nasional.
  • Legitimasi Politik untuk pengerahan kekuatan keamanan nasional rendah karena tidak rincinya peran DPR Dalam keputusan politik yang berkenaan dengan pengerahan.




Bagaimana Pengaturan
Keamanan Nasional di Negara Lain?
Sistem Pertahanan dan Keamanan di Turki
Reformasi sektor keamanan (RSK) di Turki dipicu oleh faktor eksternal dan faktor internal yang mengerucut pada satu muara, yaitu keseimbangan kedudukan sipil dan militer atau lebih tepatnya kontrol objektif  sipil atas militer.

Seiring dengan keinginan Turki bergabung dengan Uni Eropa, negara­negara Eropa mensyaratkan pembentukan sektor keamanan yang demokratis, akuntabel, transparan, terintegrasi dengan keamanan insani (human security) dan terawasi serta terkontrol secara objektif  oleh pemerintahan dan masyarakat sipil. Ketentuan ini menjadi persyaratan faktor eksternal yang mendorong RSK di Turki.

Secara internal, RSK di Turki dipacu oleh fenomena militer yang mendominasi kehidupan berbangsa dan bernegara seluruh rakyat Turki. Peran sebagai “pengawal bahkan pengontrol” bangsa dan negara (guardian role) dimainkan oleh tentara Turki selama bertahun­tahun karenanya masyarakat sipil Turki menuntut dihapuskannya sistem tersebut.

Atas dasar kedua faktor tersebut, maka RSK Turki diprioritaskan pada upaya (1) mengkondisikan kontrol sipil terhadap militer demi mencapai akuntabilitas militer, (2) meredefinisi konsep “ancaman” yang selama ini ditetapkan dan ditafsirkan secara sepihak oleh tentara, (4) memberdayakan kemampuan sipil di dalam isu strategi pertahanan dan keamanan agar dapat mengawasi aktor­aktor keamanan dengan baik, dan (5) mempromosikan bentuk kerjasama yang efektif  dan sehat antara sipil dan aktor­aktor keamanan demi mereduksi konflik di kemudian hari.

Dalam ketidakseimbang kedudukan sipil dan militer di Turki, RSK ditujukan  untuk menyeimbangkan kedua belah pihak baik secara langsung (direct approach) maupun tidak langsung (indirect approach).

Pendekatan tidak langsung ditujukan kepada penguatan masyarakat sipil, akademisi dan media massa agar dapat memberikan masukan dalam isu­isu pertahanan­keamanan dan dapat mengawasi sektor keamanan dengan efektif. Untuk mencapai tujuan itu, pemerintahan Turki mengamandemen konstitusinya secara komprehensif  pada Oktober 2001 dan mereformasi produk­produk hukumnya pada Februari 2002, Agustus 2002, Juni 2003 dan Mei 2004. Amandemen tersebut fokusnya pada pembelaan terhadap hak­hak asasi manusia dan kebebasan serta membawa Turki sesuai dengan persyaratan Uni Eropa.

Pendekatan langsung untuk mereformasi sistem keamanan Turki ditargetkan pada dua hal: Pertama, perubahan konsepsi dan formulasi kebijakan keamanan nasional ke arah yang lebih lebih adaptif  terhadap masukan dari pihak sipil. Kedua, menghilangkan “pengetahuan yang asimetris” antara sipil dan militer tentang keamanan, pertahanan dan strategi.

Target pertama dicapai pada 7 Agustus 2003 dengan disahkannya Paket Demokrasi Agustus 2003 (August 2003 Democratic Package). Paket tersebut mempunyai tiga sasaran: (1) mengharmonisasikan produk hukum Turki dengan persyaratan menjadi anggota Uni Eropa, (2) menghentikan pengaruh militer di ranah politik, dan (3) menguatkan legitimasi perspektif  sipil di sektor keamanan. Sedangkan target kedua diraih dengan mendemokratisasi “rahasia” di sekitar isu­isu pertahanan dan keamanan dan menciptakan kondisi yang kondusif  bagi pengetahuan khusus tentang institusi dan kebijakan sektor keamanan. Organisasi Masyarakat Sipil, seperti The Turkish Econonomic and Social Studies Foundation (TESEV) Berupaya keras mengejawantahkan target kedua tersebut dengan mengadakan penelitian, pengawasan dan aktivitas lainnya dengan tujuan penguatan kemampuan parlemen di bidang pertahanan dan keamanan.

Di samping memperhatikan kondisi ketidakseim­ bangan sipil­militer, Organisasi Masyarakat Turki pun mengamati relasi antara kondisi pertahanan keamanan kontemporer dan kebutuhan masyarakat. Mereka memandang bahwa dewasa ini mayoritas konflik terjadi dalam satu negara (intra), bukan antar negara (inter). Pada umumnya masyarakat umum lebih memperhatikan kondisi keamanan sehari­hari ketimbang keamanan negara dalam sekala besar. Oleh karena itu, RSK Turki pun lebih difokuskan pada penguatan kapasitas institusi penegak hukum non­militer, misalnya polisi.
Apa Peran Masyarakat Sipil Dalam
Mendorong Keamanan Nasional?
Seiring dengan perkembangan pemahaman konsep keamanan nasional, organisasi masyarakat sipil membentuk kelompok kerja (Pokja) untuk mendorong masuknya gagasan keamanan nasional dalam kerangka legislasi. Kelompok Kerja ini terdiri dari berbagai Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) yang mempunyai concern yang sama terhadap issue Keamanan Nasional. Pemahaman tersebut menyangkut tiga aspek : Pertama berkaitan dengan perkembangan pemahaman dan praktek yang menempatkan pertahanan dan keamanan negara sebagai konsep yang merangkum berbagai subyek, dimensi ancaman, sumber daya, dan tidak semata-mata  berdimensi  tunggal yang berpusat pada negara; Kedua,dipandang dari sudut politik, perumusan suatu UU merupakan kebutuhan mendesak untuk mengatur kembali peran dan posisi institusi-institusi yang bertanggungjawab mewujudkan pertahanan dan keamanan Negara; dan ketiga mempertimbangkan Kebutuhan kerangka legal yang jelas, yang mengatur kedua aspek di atas.

Kelompok Kerja yang difasilitasi oleh Propatria tersebut terdiri dari sejumlah akademisi dan kalangan intelektual dari berbagai universitas, Pusat Kajian dan LSM,  diantaranya Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum indonesia (YLBHI), Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), Imparsial, Indonesian Corruption Watch (ICW), dan Human Right Working Group
(HRWG). Mereka bersama-sama dukungan dan perhatian terhadap pengaturan ulang kerja-kerja aktor keamanan menjadi lebih terintegrasi di bawah satu payung hukum yang komprehensif dengan memberikan advokasi dan dorongan terhadap RUU Keamanan Nasional (Kamnas) yang masih banyak diperdebatkan.

RUU Keamanan Nasional (Kamnas) yang diajukan oleh pemerintah tampaknya banyak menuai kritik dari berbagai kalangan terutama kalangan OMS, karena pasal-pasal RUU Kamnas yang mengatur penetapan  status keadaan darurat, baik darurat sipil maupun militer, mengacu pada  UU Keadaan Bahaya lama.

Produk hukum ini dinilai mengesankan TNI sentris, karenanya OMS yang concern pada isu reformasi sektor keamanan tersebut, seperti YLBHI, Kontras, serta Elsam, bahkan mendesak pemerintah untuk melupakan dan tidak melanjutkan Ide penyusunan RUU Kamnas. Pemerintah Sebaliknya disarankan mengambil langkah lain yang lebih tepat yaitu mengurusi proses legislasi tiga RUU lain, yaitu RUU Peradilan Militer, UU Nomor 23/Prp/1959 tentang Keadaan Bahaya yang dinilai warisan rezim pemerintahan lalu, dan RUU Perbantuan TNI.

Kritik lain juga datang dari CSIS yang menilai bahwa pemerintah, khususnya Presiden SBY, Tidak mempunyai sikap yang jelas terhadap tujuan dan konsep disusunnya RUU Keamanan Nasional. Sedangkan Kelompok Kerja Reformasi Sektor Keamanan Propatria Institute berpendapat bahwa aturan kamnas tetap diperlukan sepanjang penekanannya pada penuntasan agenda reformasi keamanan dan penuntasankoordinasi antara TNI Dan Polri.


Sejauh ini berbagai upaya telah dilakukan oleh kalangan OMS untuk mendorong reformasi sistem keamanan nasional. Terkait draft RUU Kamnas yang dinilai hanya memenuhi kepentingan politik TNI saja dan kurang mengakomodir peran Polri, Propatria Institute sebagai leading institution dalam issue RUU Kamnas meminta agar perdebatan draft RUU Kamnas diarahkan kepada penciptaan sistem keamanan nasional (siskamnas) yang efektif dalam suatu sistem yang demokratis.

Proses advokasi yang telah dilakukan oleh Propatria Institute dan Kelompok Kerja Dalam proses reformasi RUU Kamnas diantaranya:
  • FGD, seminar, dan diskusi publik untuk memperkuat wacana RUU Kamnas;
  • Melakukan studi terkait isu-isu dan formulasi RUU Kamnas;
  • Melakukan loby dan membangun hubungan dengan pemerintah (Dephan);
  • Membangun jaringan dengan kelompok media dan kelompokOMS lain;
  • Melakukan konferensi pers sebagai upaya sosialisasi ke publik;
  • Menerbitkan buku-buku dan konsep RUU Kamnas alternatif untuk kebutuhan pemerintah dan publik.

Tampaknya proses advokasi dan kampanye RUU Kamnas ini agak tersendat karena adanya perbedaan pandangan antara kelompok yang pro kebutuhan normatif regulasi Kamnas dengan komunitas OMS yang merasa terancam dengan keberadaan rancangan legislasi tersebut. Akan tetapi peluang untuk terus mendorong advokasi RUU Kamnas tetap terbuka luas mengingat kuatnya dukungan berbagai kalangan, diantaranya anggota DPR, OMS, kalangan akademisi, bahkan dukungan dari Menhan Juwono Sudarsono dan Kapolri Jend (Pol.) Sutanto untuk membuat ulang naskah RUU Kamnas.

Beberapa rekomendasi masyarakat sipil terkait kebijakan keamanan nasional Antara lain:
  • Penyempurnaan redaksional Pasal 30 UUD 1945 sehingga tidak mengaburkan pengaturan sistem keamanan nasional (negara), sistem keamanan umum dan sistem penegakan hukum; tidak dijadikan satu di bawah Sishankamrata.
  • Perlunya rujukan yang jelas tentang definisi kemanan nasional. Pemisahan pertahanan dan keamanan dalam TAP MPR VI dan VII yang telah menyebabkan terjadi kekaburan pendefinisian fungsi dan tugas TNI dan Polri dalam mewujudkan keamanan nasional.
  • Adanya satu lembaga Kordinator alternatif untuk menyatukan berbagai bentuk mekanisme koordinasi sebagai wadah tunggal keamanan Nasional di tingkat nasional Melalui pembentukan Dewan Keamanan Nasional.
  • Memperkuat peran dan fungsi DPR dalam setiap keputusan politik dalam melibatkan dan mengerahkan lembaga keamanan danpertahanan.



Lain...
  • Secara makro, dengan perekonomian Negara yang tidak kunjung membaik menyebabkan lapangan kerja semakin sempit karena aktivitas perekonomian lambat bergerak. Akibatnya, angka pengangguran semakin tinggi. Secara mikro, banyaknya anggota masyarakat yang menganggur berpotensi meningkatnya angka kriminalitas, sementara biaya pemenuhan keperluan dan kebutuhan ekonomi sehari-hari semakin tinggi.
  • Ketidakmaksimalan perangkat institusi dan hukum seringkali menjadi faktor sulitnya menjaga dan mengendalikan Kamtibmas, apalagi jika antara aparat penegak hukum dengan masyarakat yang melanggar terjadi kolusi sehingga menyebabkan masyarakat semakin antipati terhadap aparat penegak hukum.
  • Masyarakat yang seharusnya melaporkan beragam masalah sosial yang terjadi di lingkungannya kepada aparat berwajib namun justru bersikap diam akan menyebabkan kondisi instabilitas tetap tumbuh dan berkembang tanpa bisa di atasi. Ironisnya, banyak anggota masyarakat yang justru terlibat dalam aktivitas menyimpang tersebut
  • Contoh, korupsi yang dilakukan oleh pejabat publik, tokoh masyarakat turut serta dalam aktivitas kriminal, tokoh agama yang melindungi para pelaku kriminal karena pelaku kriminal secara periodik telah membantu aktivitas keagamaan, dan sebagainya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar