Laman

Jumat, 10 Oktober 2014

PERAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM UPAYA PENCEGAHAN TINDAK PIDANA KORUPSI



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 30 Tahun 2002. Secara harafiah, Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga yang yang bergerak dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Namun berdasarkan Pasal 6 UU No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, tugas KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) tidak hanya dalam hal pemberantasan saja, tetapi juga antara lain :
-          Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;
-          Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;
-          Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi;
-          Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan
-          Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.
Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi adalah hal yang sangat penting untuk dilakukan. Karena jika pencegahan dapat dilakukan dengan berhasil, maka tidak akan ada lagi penanganan dan secara otomatis akan mengurangi tugas dari Komisi Pemberantasan Korupsi. Untuk itu akan kita lihat sejauh mana KPK dapat menjalankan tugasnya dalam upaya pencegahan tindak pidana korupsi.

B.      Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka perlu kiranya kita membahas tentang, antara lain :
1.       Sejauh mana Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam melakukan upaya pencegahan tindak pidana korupsi?
2.       Bagaimana cara konkrit yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam melakukan upaya pencegahan tindak pidana korupsi?

C.      Tujuan Penulisan
1.       Mengetahui sejauh mana Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam melakukan upaya pencegahan tindak pidana korupsi.
2.       Mengetahu cara konkrit yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam melakukan upaya pencegahan tindak pidana korupsi.














BAB II
PEMBAHASAN

A.      Dasar – Dasar Komisi Pemberantasan Korupsi Dalam Melakukan Upaya Pencegahan Tindak Pidana Korupsi
Komisi Pemberantasan Korupsi (selanjutnya disebut KPK) berdasarkan Pasal 6 huruf d Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi dan juga tertera dalam misi KPK adalah “melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi”.
Dalam melaksanakan tugas tersebut, KPK berdasarkan Pasal 13 UU No. 30 Tahun 2002 berwenang melaksanakan langkah atau upaya pencegahan sebagai berikut :
a)      melakukan pendaftaran dan pemeriksaan terhadap laporan harta kekayaan penyelenggara negara;
b)      menerima laporan dan menetapkan status gratifikasi;
c)       menyelenggarakan program pendidikan antikorupsi pada setiap jenjang pendidikan;
d)      merancang dan mendorong terlaksananya program sosialisasi pemberantasan tindak pidana korupsi;
e)      melakukan kampanye antikorupsi kepada masyarakat umum;
f)       melakukan kerja sama bilateral atau multilateral dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
KPK dalam upaya pencegahan korupsi yang didasarkan Pasal 13 UU No. 30 Tahun 2002 Jo. Pasal 16 UU No. 30 Tahun 2002, mewajibkan setiap pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima gratifikasi melaporkan kepada KPK, dengan cara sebagai berikut :
a)      Laporan disampaikan secara tertulis dengan mengisi formulir sebagaimana ditetapkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dengan melampirkan dokumen yang berkaitan dengan gratifikasi.
b)      Formulir sekurang-kurangnya memuat :
Ø  nama dan alamat lengkap penerima dan pemberi gratifikasi;
Ø  jabatan pegawai negeri atau penyelenggara negara;
Ø  tempat dan waktu penerimaan gratifikasi;
Ø  uraian jenis gratifikasi yang diterima; dan
Ø  nilai gratifikasi yang diterima.
KPK dalam waktu paling lama 30 hari kerja setelah laporan tersebut diterima wajib menetapkan status kepemilikan gratifikasi disertai pertimbangan dengan mengeluarkan Keputusan Pimpinan KPK. Keputusan tersebut dapat berupa penetapan status kepemilikan gratifikasi bagi penerima gratifikasi atau menjadi milik negara, dan paling lama 7 hari kerja setelah ditetapkan status tersebut harus diserahkan kepada penerima gratifikasi. Apabila status kepemilikan gratifikasi menjadi milik penerima maka diserahkan ke penerima, sedangkan apabila ditetapkan menjadi milik negara harus diserahkan paling lama 7 hari kerja setelah ditetapkan kepada Menteri Keuangan. Dalam menetapkan status kepemilikan gratifikasi, KPK dapat memanggil penerima gratifikasi untuk memberikan keterangan berkaitan dengan penerimaan gratifikasi. (vide Pasal 17 UU No. 30 Tahun 2002)
KPK mempunyai unit khusus dibidang pencegahan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 26 ayat (3) UU No. 30 Tahun 2002, yang mebawahi :
-          Subbidang Pendaftaran dan Pemeriksaan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara;
-          Subbidang Gratifikasi;
-          Subbidang Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat; dan
-          Subbidang Penelitian dan Pengembangan.
Dalam kelembagaan KPK, bidang khusus pencegahan tersebut disebut Deputi Bidang Pencegahan yang mempunyai tugas menyiapkan rumusan kebijakan dan melaksanakan kebijakan di Bidang Pencegahan Tindak Pidana Korupsi[1].
Deputi Bidang Pencegahan menyelenggarakan fungsi:
  • Perumusan kebijakan untuk sub bidang Pendaftaran dan Penyelidikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggaran Negara (PP LHKPN), Gratifikasi, Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat serta Penelitian dan Pengembangan;
  • Pelaksanaan pencegahan korupsi melalui pendataan, pendaftaran dan pemeriksaan LHKPN;
  • Pelaksanaan pencegahan korupsi melalui penerimaan pelaporan dan penanganan gratifikasi yang diterima oleh Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara
  • Pelaksanaan pencegahan korupsi melalui pendidikan anti korupsi, sosialisasi pemberantasan tindak pidana korupsi dan kampanye antikorupsi;
  • Pelaksanaan pencegahan korupsi melalui penelitian, pengkajian dan pengembangan pemberantasan korupsi;
  • Koordinasi dan supervisi pencegahan tindak pidana korupsi kepada instansi terkait dan instansi yang dalam melaksanakan pelayanan publik;
  • Pelaksanaan kegiatan kesekretariatan dan pembinaan sumberdaya di lingkungan Deputi Bidang Pencegahan.
  • Koordinasi, sinkronisasi, pemantauan, evaluasi dan pelaksanaan hubungan kerja pada sub bidang Pendaftaran dan Penyelidikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggaran Negara (PP LHKPN), Gratifikasi, Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat serta Penelitian dan Pengembangan;
  • Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Pimpinan sesuai dengan bidangnya.
Deputi Bidang Pencegahan dipimpin oleh Deputi Bidang Pencegahan dan bertanggungjawab atas pelaksanaan tugasnya kepada Pimpinan KPK;
Dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya Deputi Bidang Pencegahan dapat membentuk Kelompok Kerja yang keanggotaannya berasal dari satu Direktorat atau lintas Direktorat pada Deputi Bidang Pencegahan yang ditetapkan dengan Keputusan Deputi Bidang Pencegahan.
Deputi Bidang Pencegahan membawahkan:
  • Direktorat Pendaftaran dan Pemeriksaan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (PP LHKPN);
  • Direktorat Gratifikasi;
  • Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat;
  • Direktorat Penelitian dan Pengembangan;
  • Sekretariat Deputi Bidang Pencegahan
KPK sebagai lembaga yang mempunyai tugas mencegah tindak pidana korupsi sudah seharusnya juga menjadi pedoman bagi lembaga atau orang lain. Dalam Keputusan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia Nomor: Kep-06/P.KPK/02/2004 Tentang Kode Etik Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia, yang dapat menjadi pedoman bagi lembaga atau orang lain dalam hal mencegah tindak pidana korupsi adalah sebagai berikut :
a)      Dalam Asas Organisasi, yaitu yang berbunyi sumpah/ janji :
“Saya bersumpah / berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya untuk melaksanakan tugas ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan sesuatu apapun kepada siapapun juga”.
“Saya bersumpah / berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam tugas ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga suatu ajanji atau pemberian”.
“Saya bersumpah / berjanji bahwa saya senantiasa akan menolak atau tidak menerima atau tidak mau dipengaruhi oleh campur tangan siapapun juga dan saya akan tetap teguh melaksanakan tugas dan wewenang saya yang diamanatkan kepada saya”.
b)      Dalam nilai – nilai dasar Pribadi, Pimpinan KPK dalam mencegah tindak pidana korupsi harus terbuka, transparan dalam pergaulan internal maupun eksternal, serta tangguh, tegar dalam menghadapi berbagai godaan, hambatan, tantangan, ancaman, dan intimidasi dalam bentuk apapun dan dari pihak manapun.
c)       Dalam hal kewajiban Pimpinan KPK, antara lain :
-          Taat terhadap aturan hukum dan etika;
-          Menggunakan sumber daya publik secara efisien, efektif dan tepat;
-          Tidak berpihak dalam melaksanakan tugas, fungsi dan wewenangnya;
-          Mengenyampingkan kepentingan pribadi atau golongan demi tercapainya tujuan yang ditetapkan bersama;
-          Menahan diri terhadap godaan yang berpotensi mempengaruhi substansi keputusan;
-          Memberitahukan kepada Pimpinan lainnya mengenai pertemuan dengan pihak lain yang akan dan telah dilaksanakan, baik sendiri atau bersama, baik dalam hubungan dengan tugas maupun tidak;
-          Menolak dibayari makan, biaya akomodasi, dan bentuk kesenangan (entertainment) lainnya oleh atau dari siapapun;
-          Membatasi pertemuan di ruang publik seperti di hotel, restoran atau lobi kantor atau hotel, atau di ruang publik lainnya.
d)      Dalam hal yang dilarang dilakukan Pimpinan KPK, yaitu dilarang :
-          Menggunakan sumber daya publik untuk kepentingan pribadi atau golongan;
-          Menerima imbalan yang bernilai uang untuk kegiatan yang berkaitan dengan fungsi KPK;
-          Meminta kepada atau menerima bantuan dari siapapun dalam bentuk apapun yang memiliki potensi benturan kepentingan dengan KPK;
-          Bermain golf dengan pihak atau pihak-pihak yang secara langsung berpotensi menimbulkan benturan kepentingan sekecil apapun.
Pimpinan KPK yang melakukan pelanggaran atau penyimpangan terhadap kode etik tersebut dikenakan sanksi sesuai tingkat kesalahannya.

B.      Membangun Zona Anti Korupsi di Seluruh Provinsi[2]
Salah satu cara konkrit yang dilakukan KPK untuk mencegah tindak pidana korupsi adalah membangun zona anti korupsi di seluruh provinsi. Terbentang luas di tengah Khatulistiwa. Terhampar di antara luasnya dua samudera. Seluas itu pula potensi korupsi yang ada di Indonesia. Mengatasinya tak cukup hanya dilakukan di ibu kota, upaya penanganan korupsi haruslah menyentuh seluruh Nusantara. Titik- titik zona antikorupsi mestilah tersebar di seluruh Indonesia. Dalam konteks itulah, KPK menggelar koordinasi dan supervisi bidang pencegahan ke seluruh provinsi di Indonesia. Menggandeng Badan Pengawas Keuangan dan Pemerintah (BPKP), KPK kembali bersinergi untuk melanjutkan program yang telah dimulai sejak 2012 ini.
Langkah awal yang dilakukan adalah dengan mengadakan evaluasi terhadap hasil koordinasi dan supervisi pencegahan (korsupgah) yang dilakukan pada 2012. Dari hasil evaluasi didapati bahwa kegiatan korsupgah memperlihatkan dampak yang cukup efektif dalam mendorong upaya-upaya pencegahan korupsi dan peningkatan kualitas pelayanan publik.
Dengan demikian, pada 2013 kerja sama perlu ditindaklanjuti dengan menyusun serangkaian aksi rencana tindak, terkait ketiga aspek yang telah dikoordinasi dan disupervisi di 33 provinsi dan 33 ibu kota provinsi serta beberapa instansi vertikal pada ibukota provinsi pada tahun sebelumnya. Aspeknya meliputi perencanaan dan penganggaran APBD, pengadaan barang dan jasa, serta pelayanan publik. KPK dan BPKP melakukan monitoring terhadap pelaksanaan rencana tindak tersebut.
Namun demikian, masih ditemukan beberapa permasalahan di lapangan terkait ketiga aspek tersebut. Di antaranya: kualitas layanan publik perlu terus ditingkatkan, masih lemahnya perencanaan penganggaran APBD, serta lemahnya perencanaan dan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa.
Untuk itulah, korsupgah 2013 dilakukan dengan verifikasi terhadap rencana tindak yang telah dibuat. Sekaligus mengetahui sejauh mana rencana tindak tersebut telah diimplementasikan. Jika ditemukan adanya beberapa hal yang perlu diperbaiki dalam rencana tindak maupun implementasinya, rekomendasi dapat segera diberikan. Selain BPKP, KPK juga melibatkan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, serta Ombudsman Republik Indonesia. KPK berharap dengan menggandeng banyak pihak, korsupgah dapat dilaksanakan semakin optimal untuk bersama-sama melakukan perbaikan sistem dan peraturan.
Penajaman terhadap sejumlah aspek yang diamati dilakukan pada 2013 ini. Di sektor pengelolaan APBD misalnya, fokus pada 2013 adalah pada APBD Perubahan. Sedangkan terkait pengadaan barang dan jasa lebih spesifik dan strategis yang dibutuhkan masyarakat, misalnya terkait infrastruktur.
Bidang yang menjadi fokus area juga diamati. Seperti di sektor pertambangan, ketahanan pangan, dan penerimaan negara. Harapannya, peningkatan akuntabilitas proses dan kualitas pelayanan serta transparansi pada sektor-sektor tersebut akan berkontribusi secara signifikan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Tanpa membuang waktu, tim gabungan tersebut segera menyebar ke 33 provinsi. Pengamatan secara komprehensif dilakukan. Di antaranya dengan melakukan evaluasi terhadap kelemahan-kelemahan yang ditemukan, telaah terhadap peraturan-peraturan terkait, dan wawancara kepada sejumlah pihak berkaitan dengan permasalahan yang ditemukan.
Pengamatan juga dilakukan dengan mengidentifikasi sistem pengendalian internal yang ada. Jika ditemukan adanya kelemahan dalam sistem tersebut, dilayangkanlah usulan perbaikan. Yang berujung pada kesepakatan rencana tindak pengendalian dan evaluasi terhadap hasil pelaksanaan perbaikan.
Seusai pengamatan, langkah selanjutnya adalah melakukan ekspose melalui semiloka dengan mengundang para kepala daerah dan berbagai elemen masyarakat, seperti tokoh agama, tokoh masyarakat, akademisi, mahasiswa, lembaga swadaya masyarakat, dan jurnalis.
Pada saat semiloka dilaksanakan, hampir semua gubernur dan wali kota hadir. Dari semiloka tersebut, seluruh elemen masyarakat luas dapat memahami masalah-masalah yang ada, sehingga selanjutnya dapat secara aktif mengawal upaya perbaikan yang akan dilakukan namun tetap proporsional, pemerintah pun akan lebih baik melakukan upaya perbaikan karena dikawal masyarakat luas.
Pada akhir tahun, dilaksanakanlah seminar nasional korsupgah di Jakarta. Untuk memberikan gambaran kepada para pemimpin daerah seberapa jauh upaya-upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan di seluruh daerah di Indonesia. Sekaligus mendapatkan masukan bagaimana langkah-langkah yang telah berhasil di beberapa daerah.
Proses tabulasi dan kompilasi hasil pengamatan juga dilakukan di akhir tahun. Sehingga mempermudah langkah tindak lanjut yang akan dilakukan. Untuk lebih mengefektifkan korsupgah, juga dilakukan workshop peningkatan kapasitas dan kompetensi tim.
BAB III
KESIMPULAN


Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selain mempunyai tugas untuk menangani kasus – kasus tindak pidana korupsi, juga mempunyai tugas dalam upaya pencegahan tindak pidana korupsi. Namun upaya pencegahan yang dilakukan oleh KPK belum sepenuhnya baik, karena upaya yang dilakukan KPK tidaklah efektif dan kurang mengenah kepada para Pegawai Negeri Sipil dan Penyelengara Negara. Mereka adalah pejabat-pejabat yang bersinggungan langsung dengan hal-hal yang dapat menjadi tindak pidana korupsi.
Dengan demikan, perlu kiranya KPK memberikan sosialisasi – sosialisasi kepada para pemangku jabatan tentang hal – hal yang dapat dikatakan tindak pidana korupsi. Hal ini sangat perlu agar mereka dapat berhati – hati dalam mengambil keputusan. Banyak para pemamangku jabatan terkena kasus tindak pidana korupsi akibat keputusan yang diambilnya, yang sebenarnya pemangku jabatan tersebut tidak tahu kalau hal tersebut merupakan tindak pidana korupsi. Oleh karena itu, dengan sosialisasi – sosialisasi yang dapat dikatakan tindak pidana korupsi oleh KPK kepada pemangku jabatan di Indonesia diharapkan dapat mengurangi tindak pidana korupsi di Indonesia.


[1]KPK,  “Deputi Pencegahan”, Komisi Pemberantasan Korupsi, diakses dari http://kpk.go.id/id/tentang-kpk/struktur-organisasi/deputi-pencegahan pada tanggal  25 Mei 2014 pukul 18.10 WIB.
[2] Tim Penyusun Laporan Tahunan KPK 2013, “Laporan Tahunan KPK 2013” , Komisi Pemberantasan Korupsi, diunduh dari http://www.kpk.go.id/images/pdf/laptah/annual_report_2013.pdf, pada tanggal 25 Mei 2014 pukul 18.40 WIB.

1 komentar:

  1. Kuliah Umum Fakultas Hukum UMA Peran KPK RI Dalam Menangani Pencegahan Dan Pemberantasan Korupsi Di Indonesia

    https://www.uma.ac.id/berita/kuliah-umum-fakultas-hukum-uma-peran-kpk-ri-dalam-menangani-pencegahan-dan-pemberantasan-korupsi-di-indonesia

    BalasHapus