BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga yang dibentuk
berdasarkan Undang-Undang No. 30 Tahun 2002. Secara harafiah, Komisi
Pemberantasan Korupsi adalah lembaga yang yang bergerak dalam pemberantasan
tindak pidana korupsi. Namun berdasarkan Pasal 6 UU No. 30 Tahun 2002 Tentang
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, tugas KPK (Komisi Pemberantasan
Korupsi) tidak hanya dalam hal pemberantasan saja, tetapi juga antara lain :
-
Koordinasi dengan instansi yang
berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;
-
Supervisi terhadap instansi yang
berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;
-
Melakukan penyelidikan,
penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi;
-
Melakukan tindakan-tindakan pencegahan
tindak pidana korupsi; dan
-
Melakukan monitor terhadap
penyelenggaraan pemerintahan negara.
Melakukan
tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi adalah hal yang sangat
penting untuk dilakukan. Karena jika pencegahan dapat dilakukan dengan berhasil,
maka tidak akan ada lagi penanganan dan secara otomatis akan mengurangi tugas
dari Komisi Pemberantasan Korupsi. Untuk itu akan kita lihat sejauh mana KPK
dapat menjalankan tugasnya dalam upaya pencegahan tindak pidana korupsi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas maka perlu kiranya kita membahas tentang, antara lain :
1.
Sejauh mana Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) dalam melakukan upaya pencegahan tindak pidana korupsi?
2.
Bagaimana cara konkrit yang
dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam melakukan upaya pencegahan tindak
pidana korupsi?
C. Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui sejauh mana Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam melakukan upaya pencegahan tindak pidana
korupsi.
2.
Mengetahu cara konkrit yang
dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam melakukan upaya pencegahan tindak
pidana korupsi.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Dasar – Dasar Komisi
Pemberantasan Korupsi Dalam Melakukan Upaya Pencegahan Tindak Pidana Korupsi
Komisi Pemberantasan
Korupsi (selanjutnya disebut KPK) berdasarkan Pasal 6 huruf d Undang-Undang No.
30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi dan juga tertera dalam misi
KPK adalah “melakukan tindakan-tindakan
pencegahan tindak pidana korupsi”.
Dalam melaksanakan tugas tersebut, KPK berdasarkan
Pasal 13 UU No. 30 Tahun 2002 berwenang melaksanakan langkah atau upaya
pencegahan sebagai berikut :
a)
melakukan pendaftaran dan pemeriksaan terhadap laporan
harta kekayaan penyelenggara negara;
b)
menerima laporan dan menetapkan status gratifikasi;
c)
menyelenggarakan program pendidikan antikorupsi pada
setiap jenjang pendidikan;
d)
merancang dan mendorong terlaksananya program
sosialisasi pemberantasan tindak pidana korupsi;
e)
melakukan kampanye antikorupsi kepada masyarakat umum;
f)
melakukan kerja sama bilateral atau multilateral dalam
pemberantasan tindak pidana korupsi.
KPK dalam upaya pencegahan korupsi yang didasarkan
Pasal 13 UU No. 30 Tahun 2002 Jo. Pasal 16 UU No. 30 Tahun 2002, mewajibkan
setiap pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima gratifikasi
melaporkan kepada KPK, dengan cara sebagai berikut :
a)
Laporan disampaikan secara tertulis dengan mengisi
formulir sebagaimana ditetapkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dengan
melampirkan dokumen yang berkaitan dengan gratifikasi.
b)
Formulir sekurang-kurangnya memuat :
Ø nama dan
alamat lengkap penerima dan pemberi gratifikasi;
Ø jabatan
pegawai negeri atau penyelenggara negara;
Ø tempat dan
waktu penerimaan gratifikasi;
Ø uraian jenis
gratifikasi yang diterima; dan
Ø nilai
gratifikasi yang diterima.
KPK dalam waktu paling lama 30 hari kerja setelah
laporan tersebut diterima wajib menetapkan status kepemilikan gratifikasi
disertai pertimbangan dengan mengeluarkan Keputusan Pimpinan KPK. Keputusan
tersebut dapat berupa penetapan status kepemilikan gratifikasi bagi penerima
gratifikasi atau menjadi milik negara, dan paling lama 7 hari kerja setelah
ditetapkan status tersebut harus diserahkan kepada penerima gratifikasi.
Apabila status kepemilikan gratifikasi menjadi milik penerima maka diserahkan
ke penerima, sedangkan apabila ditetapkan menjadi milik negara harus diserahkan
paling lama 7 hari kerja setelah ditetapkan kepada Menteri Keuangan. Dalam
menetapkan status kepemilikan gratifikasi, KPK dapat memanggil penerima gratifikasi
untuk memberikan keterangan berkaitan dengan penerimaan gratifikasi. (vide
Pasal 17 UU No. 30 Tahun 2002)
KPK mempunyai unit khusus dibidang pencegahan
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 26 ayat (3) UU No. 30 Tahun 2002, yang
mebawahi :
-
Subbidang Pendaftaran dan Pemeriksaan Laporan Harta
Kekayaan Penyelenggara Negara;
-
Subbidang Gratifikasi;
-
Subbidang Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat; dan
-
Subbidang Penelitian dan Pengembangan.
Dalam kelembagaan KPK, bidang khusus pencegahan
tersebut disebut Deputi Bidang Pencegahan yang mempunyai tugas menyiapkan
rumusan kebijakan dan melaksanakan kebijakan di Bidang Pencegahan Tindak Pidana
Korupsi[1].
Deputi Bidang Pencegahan menyelenggarakan fungsi:
- Perumusan kebijakan untuk sub bidang Pendaftaran dan Penyelidikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggaran Negara (PP LHKPN), Gratifikasi, Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat serta Penelitian dan Pengembangan;
- Pelaksanaan pencegahan korupsi melalui pendataan, pendaftaran dan pemeriksaan LHKPN;
- Pelaksanaan pencegahan korupsi melalui penerimaan pelaporan dan penanganan gratifikasi yang diterima oleh Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara
- Pelaksanaan pencegahan korupsi melalui pendidikan anti korupsi, sosialisasi pemberantasan tindak pidana korupsi dan kampanye antikorupsi;
- Pelaksanaan pencegahan korupsi melalui penelitian, pengkajian dan pengembangan pemberantasan korupsi;
- Koordinasi dan supervisi pencegahan tindak pidana korupsi kepada instansi terkait dan instansi yang dalam melaksanakan pelayanan publik;
- Pelaksanaan kegiatan kesekretariatan dan pembinaan sumberdaya di lingkungan Deputi Bidang Pencegahan.
- Koordinasi, sinkronisasi, pemantauan, evaluasi dan pelaksanaan hubungan kerja pada sub bidang Pendaftaran dan Penyelidikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggaran Negara (PP LHKPN), Gratifikasi, Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat serta Penelitian dan Pengembangan;
- Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Pimpinan sesuai dengan bidangnya.
Deputi Bidang Pencegahan dipimpin oleh Deputi Bidang
Pencegahan dan bertanggungjawab atas pelaksanaan tugasnya kepada Pimpinan KPK;
Dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya Deputi Bidang
Pencegahan dapat membentuk Kelompok Kerja yang keanggotaannya berasal dari satu
Direktorat atau lintas Direktorat pada Deputi Bidang Pencegahan yang ditetapkan
dengan Keputusan Deputi Bidang Pencegahan.
Deputi Bidang Pencegahan membawahkan:
- Direktorat Pendaftaran dan Pemeriksaan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (PP LHKPN);
- Direktorat Gratifikasi;
- Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat;
- Direktorat Penelitian dan Pengembangan;
- Sekretariat Deputi Bidang Pencegahan
KPK
sebagai lembaga yang mempunyai tugas mencegah tindak pidana korupsi sudah
seharusnya juga menjadi pedoman bagi lembaga atau orang lain. Dalam Keputusan
Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia Nomor:
Kep-06/P.KPK/02/2004 Tentang Kode Etik Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi
Republik Indonesia, yang dapat menjadi pedoman bagi lembaga atau orang lain
dalam hal mencegah tindak pidana korupsi adalah sebagai berikut :
a)
Dalam Asas Organisasi, yaitu yang berbunyi
sumpah/ janji :
“Saya bersumpah / berjanji dengan
sungguh-sungguh bahwa saya untuk melaksanakan tugas ini, langsung atau tidak
langsung, dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau
menjanjikan sesuatu apapun kepada siapapun juga”.
“Saya bersumpah / berjanji bahwa saya,
untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam tugas ini, tidak sekali-kali
akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga suatu ajanji atau
pemberian”.
“Saya bersumpah / berjanji bahwa saya
senantiasa akan menolak atau tidak menerima atau tidak mau dipengaruhi oleh
campur tangan siapapun juga dan saya akan tetap teguh melaksanakan tugas dan
wewenang saya yang diamanatkan kepada saya”.
b)
Dalam nilai – nilai dasar Pribadi, Pimpinan
KPK dalam mencegah tindak pidana korupsi harus terbuka, transparan dalam
pergaulan internal maupun eksternal, serta tangguh, tegar dalam menghadapi
berbagai godaan, hambatan, tantangan, ancaman, dan intimidasi dalam bentuk
apapun dan dari pihak manapun.
c)
Dalam hal kewajiban Pimpinan KPK, antara lain
:
-
Taat terhadap aturan hukum dan etika;
-
Menggunakan sumber daya publik secara efisien,
efektif dan tepat;
-
Tidak berpihak dalam melaksanakan tugas,
fungsi dan wewenangnya;
-
Mengenyampingkan kepentingan pribadi atau
golongan demi tercapainya tujuan yang ditetapkan bersama;
-
Menahan diri terhadap godaan yang berpotensi
mempengaruhi substansi keputusan;
-
Memberitahukan kepada Pimpinan lainnya
mengenai pertemuan dengan pihak lain yang akan dan telah dilaksanakan, baik
sendiri atau bersama, baik dalam hubungan dengan tugas maupun tidak;
-
Menolak dibayari makan, biaya akomodasi, dan
bentuk kesenangan (entertainment) lainnya oleh atau dari siapapun;
-
Membatasi pertemuan di ruang publik seperti di
hotel, restoran atau lobi kantor atau hotel, atau di ruang publik lainnya.
d)
Dalam hal yang dilarang dilakukan Pimpinan
KPK, yaitu dilarang :
-
Menggunakan sumber daya publik untuk
kepentingan pribadi atau golongan;
-
Menerima imbalan yang bernilai uang untuk
kegiatan yang berkaitan dengan fungsi KPK;
-
Meminta kepada atau menerima bantuan dari
siapapun dalam bentuk apapun yang memiliki potensi benturan kepentingan dengan
KPK;
-
Bermain golf dengan pihak atau pihak-pihak
yang secara langsung berpotensi menimbulkan benturan kepentingan sekecil
apapun.
Pimpinan
KPK yang melakukan pelanggaran atau penyimpangan terhadap kode etik tersebut
dikenakan sanksi sesuai tingkat kesalahannya.
Salah satu cara konkrit yang dilakukan KPK untuk mencegah tindak
pidana korupsi adalah membangun zona anti korupsi di seluruh provinsi. Terbentang
luas di tengah Khatulistiwa. Terhampar di antara luasnya dua samudera. Seluas itu
pula potensi korupsi yang ada di Indonesia. Mengatasinya tak cukup hanya
dilakukan di ibu kota, upaya penanganan korupsi haruslah menyentuh seluruh
Nusantara. Titik- titik zona antikorupsi mestilah tersebar di seluruh
Indonesia. Dalam konteks itulah, KPK menggelar koordinasi dan supervisi bidang
pencegahan ke seluruh provinsi di Indonesia. Menggandeng Badan Pengawas
Keuangan dan Pemerintah (BPKP), KPK kembali bersinergi untuk melanjutkan
program yang telah dimulai sejak 2012 ini.
Langkah
awal yang dilakukan adalah dengan mengadakan evaluasi terhadap hasil koordinasi
dan supervisi pencegahan (korsupgah) yang dilakukan pada 2012. Dari hasil evaluasi
didapati bahwa kegiatan korsupgah memperlihatkan dampak yang cukup efektif dalam
mendorong upaya-upaya pencegahan korupsi dan peningkatan kualitas pelayanan publik.
Dengan
demikian, pada 2013 kerja sama perlu ditindaklanjuti dengan menyusun serangkaian
aksi rencana tindak, terkait ketiga aspek yang telah dikoordinasi dan disupervisi
di 33 provinsi dan 33 ibu kota provinsi serta beberapa instansi vertikal pada
ibukota provinsi pada tahun sebelumnya. Aspeknya meliputi perencanaan dan penganggaran
APBD, pengadaan barang dan jasa, serta pelayanan publik. KPK dan BPKP melakukan
monitoring terhadap pelaksanaan rencana tindak tersebut.
Namun
demikian, masih ditemukan beberapa permasalahan di lapangan terkait ketiga aspek
tersebut. Di antaranya: kualitas layanan publik perlu terus ditingkatkan, masih
lemahnya perencanaan penganggaran APBD, serta lemahnya perencanaan dan pelaksanaan
pengadaan barang dan jasa.
Untuk
itulah, korsupgah 2013 dilakukan dengan verifikasi terhadap rencana tindak yang
telah dibuat. Sekaligus mengetahui sejauh mana rencana tindak tersebut telah diimplementasikan.
Jika ditemukan adanya beberapa hal yang perlu diperbaiki dalam rencana tindak
maupun implementasinya, rekomendasi dapat segera diberikan. Selain BPKP, KPK
juga melibatkan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi, serta Ombudsman Republik Indonesia. KPK
berharap dengan menggandeng banyak pihak, korsupgah dapat dilaksanakan semakin
optimal untuk bersama-sama melakukan perbaikan sistem dan peraturan.
Penajaman
terhadap sejumlah aspek yang diamati dilakukan pada 2013 ini. Di sektor
pengelolaan APBD misalnya, fokus pada 2013 adalah pada APBD Perubahan. Sedangkan
terkait pengadaan barang dan jasa lebih spesifik dan strategis yang dibutuhkan masyarakat,
misalnya terkait infrastruktur.
Bidang
yang menjadi fokus area juga diamati. Seperti di sektor pertambangan, ketahanan
pangan, dan penerimaan negara. Harapannya, peningkatan akuntabilitas proses dan
kualitas pelayanan serta transparansi pada sektor-sektor tersebut akan berkontribusi
secara signifikan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Tanpa
membuang waktu, tim gabungan tersebut segera menyebar ke 33 provinsi.
Pengamatan secara komprehensif dilakukan. Di antaranya dengan melakukan
evaluasi terhadap kelemahan-kelemahan yang ditemukan, telaah terhadap peraturan-peraturan
terkait, dan wawancara kepada sejumlah pihak berkaitan dengan permasalahan yang
ditemukan.
Pengamatan
juga dilakukan dengan mengidentifikasi sistem pengendalian internal yang ada.
Jika ditemukan adanya kelemahan dalam sistem tersebut, dilayangkanlah usulan
perbaikan. Yang berujung pada kesepakatan rencana tindak pengendalian dan evaluasi
terhadap hasil pelaksanaan perbaikan.
Seusai
pengamatan, langkah selanjutnya adalah melakukan ekspose melalui semiloka dengan
mengundang para kepala daerah dan berbagai elemen masyarakat, seperti tokoh agama,
tokoh masyarakat, akademisi, mahasiswa, lembaga swadaya masyarakat, dan jurnalis.
Pada saat
semiloka dilaksanakan, hampir semua gubernur dan wali kota hadir. Dari semiloka
tersebut, seluruh elemen masyarakat luas dapat memahami masalah-masalah yang
ada, sehingga selanjutnya dapat secara aktif mengawal upaya perbaikan yang akan
dilakukan namun tetap proporsional, pemerintah pun akan lebih baik melakukan
upaya perbaikan karena dikawal masyarakat luas.
Pada akhir
tahun, dilaksanakanlah seminar nasional korsupgah di Jakarta. Untuk memberikan
gambaran kepada para pemimpin daerah seberapa jauh upaya-upaya pemberantasan
korupsi yang dilakukan di seluruh daerah di Indonesia. Sekaligus mendapatkan
masukan bagaimana langkah-langkah yang telah berhasil di beberapa daerah.
Proses
tabulasi dan kompilasi hasil pengamatan juga dilakukan di akhir tahun. Sehingga
mempermudah langkah tindak lanjut yang akan dilakukan. Untuk lebih
mengefektifkan korsupgah, juga dilakukan workshop peningkatan kapasitas dan
kompetensi tim.
BAB III
KESIMPULAN
KESIMPULAN
Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) selain mempunyai tugas untuk menangani kasus –
kasus tindak pidana korupsi, juga mempunyai tugas dalam upaya pencegahan tindak
pidana korupsi. Namun upaya pencegahan yang dilakukan oleh KPK belum sepenuhnya
baik, karena upaya yang dilakukan KPK tidaklah efektif dan kurang mengenah
kepada para Pegawai Negeri Sipil dan Penyelengara Negara. Mereka adalah
pejabat-pejabat yang bersinggungan langsung dengan hal-hal yang dapat menjadi
tindak pidana korupsi.
Dengan
demikan, perlu kiranya KPK memberikan sosialisasi – sosialisasi kepada para
pemangku jabatan tentang hal – hal yang dapat dikatakan tindak pidana korupsi.
Hal ini sangat perlu agar mereka dapat berhati – hati dalam mengambil
keputusan. Banyak para pemamangku jabatan terkena kasus tindak pidana korupsi
akibat keputusan yang diambilnya, yang sebenarnya pemangku jabatan tersebut
tidak tahu kalau hal tersebut merupakan tindak pidana korupsi. Oleh karena itu,
dengan sosialisasi – sosialisasi yang dapat dikatakan tindak pidana korupsi
oleh KPK kepada pemangku jabatan di Indonesia diharapkan dapat mengurangi
tindak pidana korupsi di Indonesia.
[1]KPK,
“Deputi Pencegahan”, Komisi Pemberantasan Korupsi, diakses dari http://kpk.go.id/id/tentang-kpk/struktur-organisasi/deputi-pencegahan
pada tanggal 25 Mei 2014 pukul 18.10
WIB.
[2] Tim Penyusun Laporan
Tahunan KPK 2013, “Laporan Tahunan KPK 2013” , Komisi Pemberantasan Korupsi,
diunduh dari http://www.kpk.go.id/images/pdf/laptah/annual_report_2013.pdf,
pada tanggal 25 Mei 2014 pukul 18.40 WIB.
Kuliah Umum Fakultas Hukum UMA Peran KPK RI Dalam Menangani Pencegahan Dan Pemberantasan Korupsi Di Indonesia
BalasHapushttps://www.uma.ac.id/berita/kuliah-umum-fakultas-hukum-uma-peran-kpk-ri-dalam-menangani-pencegahan-dan-pemberantasan-korupsi-di-indonesia