PUTUSAN NOMOR 835 K/Pdt.Sus/2012
KASUS POSISI
Pihak
– pihak dalam perkara ini adalah GRACIANA BUDHI HARTUTI sebagai Pemohon Pailit
– Kreditor dan PT. GRAHA RAYHAN
TRI PUTRA sebagai Termohon Pailit
– Debitor.
Perkara
bermula pada saat Pemohon membeli apartermen dari Termohon yang merupakan
perusahaan yang bergerak dibidang usaha pengembangan properti. Pada saat itu
Pemohon membeli sebuah apartemen yang terletak di Pancoran, Jakarta Selatan yang
lebih dikenal dengan sebutan “Pancoran Riverside”. Atas perjanjian tersebut,
maka Pemohon melakukan kewajibannya untuk melakukan pembayaran dalam beberapa
tahap, yaitu :
a) Pada
26 November 2008, Pemohon Pailit membayar kepada Termohon pailit sejumlah Rp 11.000.000,00
(sebelas juta rupiah);
b) Pada
22 Desember 2008, Pemohon Pemohon Pailit membayar melalui transfer perbankan
kepada Termohon Pailit sejumlah Rp 21.480.000,00 (dua puluh satu juta
empatRepublikratus delapan puluh ribu rupiah);
c) Pada
29 Januari 2009, Pemohon Pailit membayar lunas harga jual unit apartemen melalui
pembayaran cara transfer
perbankan kepada Termohon pailit
sejumlah Rp 129.960.000,00 (seratus dua puluh Sembilan juta sembilan ratus enam
puluh ribu rupiah).
Setelah
itu perjanjian jual beli apartemen ini diikat dengan Perjanjian Pengikatan Jual
Beli (PPJB) Satuan Unit Apartemen Pancoran
Riverside Nomor 0127/PR-GRTP/PPJB/I/2011 tertanggal 18
Januari 2011. Dalam Pasal 5 ayat 5.1 PPJB ini menyatakan :
“Pihak
Pertama (in casu
Termohon Pailit) dengan
ini berjanji dan mengikatkan diri
untuk menyelesaikan pembangunan
apartemen pada tanggal 21
Desember 2011”;
Namun,
Termohon Pailit dengan surat tertanggal 21 Desember 2011 yang
ditujukan kepada seluruh
konsumen pembeli/pemesan
apartemen in casu termasuk Pemohon Pailit, meminta penundaan waktu 100
(seratus) hari guna penyelesaian pembangunan apartemen sesuai Pasal 5 ayat 5.3
PPJB atau sampai 1 April 2012. Namun dalam waktu tersebut Termohon tidak dapat
juga menyelesaikan pembangunannya dan menyerahkan unit – unit apartemen kepada
para pembeli yang telah melakukan pembayaran. Sehingga Pemohon Pailit melayangkan teguran/somasi kepada Termohon Pailit
supaya Termohon Pailit
memenuhi kewajibannya
menyerahkan unit apartemen
kepada Pemohon Pailit
selambatnya tanggal 30 Juli 2012 namun ternyata Termohon Pailit tetap tidak
dapat memenuhi kewajibannya.
ANALISA
BERDASARKAN PASAL 2 AYAT (1) UU NO. 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG
BERDASARKAN PASAL 2 AYAT (1) UU NO. 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG
Berdasarkan
Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 8 ayat (4) UU
No. 37 Tahun 2004, maka apabila Debitor mempunyai dua atau lebih kreditor dan
ada utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih serta kedua hal tersebut
dapat dibuktikan secara sederhana, maka pengadilan harus memutuskan Debitor
dinyatakan pailit. Dengan demikian perkara ini akan dianalisis berdasarkan:
1. Debitor
Yang Memiliki Dua atau Lebih Kreditor (concursus
creditorium)
Adanya persyaratan concursus
creditorium adalah sebagai bentuk konsekuensi berlakunya ketentuan Pasal
1131 Burgerlijk Wetboek dimana rasio
kepailitan adalah jatuhnya sita umum atas semua harta benda debitor untuk
kemudian setelah dilakukan rapat verifikasi utang-piutang tidak tercapai
perdamaian atau accoord, dilakukan
proses likuidasi atas seluruh harta benda debitor untuk kemudian dibagi-bagikan
hasil perolehannya kepada semua kreditor sesuai urutan tingkat kreditor yang
telah diatur oleh undang-undang.
Jika debitor hanya memiliki satu
kreditor, maka eksistensi Undang-Undang Kepailitan kehilangan raison
d’etre-nya. Bila debitor hanya memiliki satu kreditor, maka seluruh harta
kekayaan debitor otomatis menjadi jaminan atas pelunasan utang debitor tersebut
dan tidak diperlukan pembagian secara pari
passu prorata parte, dan terhadap debitor tidak dapat dituntut pailit karena
hanya mempunyai satu kreditor.
Oleh karena itu maka dalam perkara ini
harus dibuktikan terlebih dahulu bahwa Termohon memiliki kreditur lain selain
Pemohon. Dalam perkara ini, Pemohon telah membuktikan bahwa selain dirinya,
terdapat kreditur – kreditur lain yang memiliki piutang atas Termohon, yaitu :
- - Dra. Siti Aminah, dengan tagihan kepada Termohon Pailit sejumlah Rp 103.680.000,00 (seratus tiga juta enam ratus delapan puluh ribu rupiah);
- - Rita Kurnia Utari SSI, dengan tagihan kepada Termohon Pailit sejumlah Rp 103.680.000,00 (seratus tiga juta enam ratus delapan puluh ribu rupiah).
Dengan demikian unsur ini terpenuhi,
bahwa Termohon memiliki dua atau lebih kreditor.
2.
Ada utang yang telah jatuh waktu dan
dapat ditagih
Utang berdasarkan Pasal
1 angka 6 UUK adalah Utang Termohon kepada Pemohon, jelasnya Pasal 1 angka 6
UUK menyatakan:
“Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau
dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata
uang asing, baik secara langsung mapun yang akan timbul dikemudian hari atau
kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib
dipenuhi oleh Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditor untuk
mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan Debitor”
Berdasarkan pengerian ini, jika dilihat
bahwa utang harus dapat dinyatakan dalam jumlah uang, maka Termohon termasuk
memiliki utang. Utang Termohon adalah unit apartemen yang seharusnya diberikan
kepada Pemohon berdasarkan PPJB maupun KUHPerdata maupun peraturan
perundang-undangan lainnya. Unit apartermen tersebut dapat dinyatakan dalam
jumlah uang sebesar uang yang telah dibayarkan kepada Termohon yaitu sebesar Rp162.440.000,00
(seratus enam puluh dua juta empat ratus empat puluh ribu rupiah), yang dibayarkan
dengan cara :
- - Pada 26 November 2008, Pemohon Pailit membayar kepada Termohon pailit sejumlah Rp 11.000.000,00 (sebelas juta rupiah)
- Pada 22 Desember 2008, Pemohon Pemohon Pailit membayar melalui transfer perbankan kepada Termohon Pailit sejumlah Rp 21.480.000,00 (dua puluh satu juta empatRepublikratus delapan puluh ribu rupiah);
- Pada 29 Januari 2009, Pemohon Pailit membayar lunas harga jual unit apartemen melalui pembayaran cara transfer perbankan kepada Termohon pailit sejumlah Rp 129.960.000,00 (seratus dua puluh Sembilan juta sembilan ratus enam puluh ribu rupiah).
Ketentuan
adanya syarat utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, menurut Sutan
Remy Sjahdeini, kedua istilah tersebut memiliki pengertian dan kejadian yang
berbeda. Suatu utang dikatakan sebagai utang yang telah jatuh
waktu atau utang yang expired, yaitu
utang yang dengan sendirinya menjadi utang yang telah dapat ditagih. Sedangkan
utang yang telah dapat ditagih belum tentu merupakan utang yang telah jatuh
waktu.
Pengaturan
suatu utang jatuh tempo dan dapat ditagih, dan juga wanprestasi dari salah satu
pihak dapat mempercepat jatuh tempo utang, yang diatur di dalam perjanjian.
Ketika terjadi default, jatuh tempo
utang telah diatur, maka pembayaran utang dapat dipercepat dan menjadi jatuh
tempo dan dapat ditagih seketika itu juga sesuai dengan syarat dan ketentuan
perjanjian.
Dalam
perkara ini, hal ini dapat dilihat bahwa berdasarkan Surat Perjanjian
Pengikatan Jual Beli Satuan Unit Apartemen Pancoran Riverside
Nomor 0127/PR-GRTP/PPJB/I/2011
tertanggal 18 Januari 2011 pada Pasal 5 ayat 5.1 menyatakan : “Pihak Pertama (in
casu Termohon Pailit)
dengan ini berjanji
dan mengikatkan diri untuk
menyelesaikan pembangunan apartemen pada tanggal 21 Desember 2011.”
Namun,
Termohon Pailit dengan surat tertanggal 21 Desember 2011 yang
ditujukan kepada seluruh
konsumen pembeli/pemesan
apartemen in casu termasuk Pemohon Pailit, meminta penundaan waktu 100
(seratus) hari guna penyelesaian pembangunan apartemen sesuai Pasal 5 ayat 5.3
PPJB yang berarti tenggang waktu 100 hari sejak 21 Desember 2011 adalah 01
April 2011. Berdasarkan ketentuan tersebut maka utang Termohon Pailit telah
definitif jatuh tempo pada tanggal 21 Desember 2011 berdasarkan Pasal 5 angka
5.1 PPJB atau pada 01 April 2012 berdasarkan Pasal 5 angka 5.3 PPJB atau pada
15 Mei 2012 berdasarkan Pasal 6 angka 6.1 PPJB atau pada 30 Juli 2012
berdasarkan Somasi.
Dengan
demikian hal ini terpenuhi.
KESIMPULAN
Berdasarkan analisa
diatas maka seharusnya Majelis Hakim mengabulkan Pemohon untuk menyatakan
Termohon pailit. Hal ini karena syarat-syarat pailit yaitu mempunyai dua
kreditor atau lebih dan utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih dapat
dibuktikan secara sederhana telah terpenuhi sebagaimana amanat Pasal 2 ayat (1)
Jo. Pasal 8 ayat (4) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang. Namun, Pengadilan Niaga dalam tingkat pertama
maupun Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi memutuskan menolak permohonan
Pemohon dan menghukum Pemohon untuk membayar biaya perkara.
Mahkamah Agung memutuskan hal tersebut
berdasarkan bahwa keterlambatan penyelesaian
terhadap apartemen Pancoran Riverside
adalah faktor-faktor di
luar kemampuan Termohon antara lain adanya perubahan peraturan
perundang-undangan dan kebijakan pemerintah dalam pemberian izin serta adanya
perlawanan dari masyarakat setempat yang menghambat penyelesaian
pembangunan apartemen tersebut, yang tidak
mudah dalam pembuktiannya
oleh karenanya permohonan Pemohon
tidak memenuhi ketentuan Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang No.
37 Tahun 2004
tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang. Namun dalam
hal ini salah satu Hakim Agung yaitu Prof. Dr. Takdir Rahmadi, S.H., LL.M.,
menyatakan telah berpendapat berbeda (dissenting opinion).
Terimakasih untuk artikel yang bermanfaat. Hukum dan Penjelasannya
BalasHapus