Lampiran Kasus
4 Jari terpotong saat bekerja, buruh demo perusahaan
Merdeka.com - Puluhan buruh berunjuk rasa di depan pabrik pengolahan kayu di Jalan Besar
Namorambe, Deliserdang, Rabu (9/10). Mereka menuntut pertanggungjawaban
perusahaan atas kecelakaan kerja yang dialami buruh.
"Saya kehilangan empat jari di tangan kiri ,waktu saya bekerja memotong kayu. Perusahaan hanya membayar biaya perobatan seadanya dan memberi gaji selama sebulan waktu saya menjalani penanganan medis," kata Yanti Sirait, seorang buruh, yang ikut unjuk rasa.
Yanti kecewa karena PT Karya Gunung Pudung tidak memberi ganti rugi lain yang layak atas kecacatannya. "Padahal saya sudah bekerja di pabrik ini selama setahun dan sampai sekarang masih di sini," kata perempuan ini.
Ternyata Yanti tidak sendiri. Seorang buruh lain juga pernah mengalami kecelakaan serupa. Namun, perempuan itu memilih mengundurkan diri karena menilai perusahaan tidak bertanggung jawab.
Selain menuntut pertanggungjawaban perusahaan soal santunan kecelakaan kerja itu, puluhan buruh yang didominasi perempuan itu juga menuntut hak-hak normatif yang belum dipenuhi perusahaan.
Para buruh menuntut upah layak minimal sesuai UMR yaitu Rp 1.680.000. Mereka juga meminta jaminan pemeliharaan kesehatan. "Selain itu, angkat seluruh buruh menjadi karyawan tetap," teriak para pengunjuk rasa.
Merespon demo ini, pihak perusahaan membuat imbauan yang ditempelkan di depan pintu masuk pabrik. Mereka menyatakan mempersilakan unjuk rasa, namun jika aksi demo terus dilakukan dan buruh tak mau bekerja, manajemen menganggap mereka tidak bekerja lagi di perusahaan.
Setelah beraksi di depan pabrik, para buruh berencana bergerak ke Mapolda Sumut, Jalan Sisingamangaraja, Medan, dan Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Deliserdang di Lubuk Pakam. Mereka akan menyampaikan aspirasinya di sana. Jika tuntutannya tidak juga dipenuhi, buruh mengancam akan terus melakukan aksi.
"Saya kehilangan empat jari di tangan kiri ,waktu saya bekerja memotong kayu. Perusahaan hanya membayar biaya perobatan seadanya dan memberi gaji selama sebulan waktu saya menjalani penanganan medis," kata Yanti Sirait, seorang buruh, yang ikut unjuk rasa.
Yanti kecewa karena PT Karya Gunung Pudung tidak memberi ganti rugi lain yang layak atas kecacatannya. "Padahal saya sudah bekerja di pabrik ini selama setahun dan sampai sekarang masih di sini," kata perempuan ini.
Ternyata Yanti tidak sendiri. Seorang buruh lain juga pernah mengalami kecelakaan serupa. Namun, perempuan itu memilih mengundurkan diri karena menilai perusahaan tidak bertanggung jawab.
Selain menuntut pertanggungjawaban perusahaan soal santunan kecelakaan kerja itu, puluhan buruh yang didominasi perempuan itu juga menuntut hak-hak normatif yang belum dipenuhi perusahaan.
Para buruh menuntut upah layak minimal sesuai UMR yaitu Rp 1.680.000. Mereka juga meminta jaminan pemeliharaan kesehatan. "Selain itu, angkat seluruh buruh menjadi karyawan tetap," teriak para pengunjuk rasa.
Merespon demo ini, pihak perusahaan membuat imbauan yang ditempelkan di depan pintu masuk pabrik. Mereka menyatakan mempersilakan unjuk rasa, namun jika aksi demo terus dilakukan dan buruh tak mau bekerja, manajemen menganggap mereka tidak bekerja lagi di perusahaan.
Setelah beraksi di depan pabrik, para buruh berencana bergerak ke Mapolda Sumut, Jalan Sisingamangaraja, Medan, dan Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Deliserdang di Lubuk Pakam. Mereka akan menyampaikan aspirasinya di sana. Jika tuntutannya tidak juga dipenuhi, buruh mengancam akan terus melakukan aksi.
[lia]
BAB I
PENDAHULUHAN
A. Latar Belakang
Keselamatan kerja menjadi
tanggung jawab pemberi kerja untuk mengatur dan memelihara ruangan, alat
perkakas, ditempat ia menyuruh melakukan pekerjaan sebagaimana yang diatur
dalam Pasal 1602 w Kitab Undang-undang Hukum Perdata, agar pekerja terlindung
dari bahaya yang mengancam badan, kehormatan dan harta bendanya. Hal ini
merupakan hak yang harus didapatkan oleh para pekerja dalam menjaani
pekejaannya, sehingga pemerintah sebagai penguasa harus melindungi hak-hak
tersebut dengan cara mengawasi dan membentuk peraturan perundang-undangan yang
dibutuhkan untuk dapat menjamin keselamatan kerja para pekerja.
Namun, kesedaran para pemberi kerja di Indonesia
untuk menjamin keselamatan pekerjannya masih rendah, sehingga pemerintah
seharusnya harus mensosialisasikan hal ini bagi para pemberi kerja, serta
mewajibkan para pemberi kerja yang ingin mendirikan perusahaan gara
mengutamakan keselamatan kerja. Pemerintah mempunyai kewajiban untuk memberi
sanksi tegas kepada pemberi kerja yang tidak memperhatikan keselamatan para
pekerja. Hal ini untuk melindungi pekerja agar tidak menjadi korban (mengalami
kecelakaan kerja) dalam melakukan pekerjaannya.
Walaupun pemerintah maupun pemberi kerja telah
mengupayakan keselamtan kerja, namun kecelakaan masih dapat terjadi pada
pekerja dalam menjalankan pekerjaannya. Sehingga pemerintah juga perlu
melindungi pekerja yang mengalami kecelakaan dengan aturan-aturan untuk mengganti
kerugian pada pekerja maupun keluarga pekerja. Hal ini juga merupakan hak para
pekerja yang menjadi kewajiban bagi pemberi pekerja untuk mengganti kerugian
yang layak sesuai peraturan perundang-undangan.
Penyimpangan akan tanggungjawab pemberi kerja terjadi
di Deliserdang, Sumatera Utara, yaitu Yanti Sirait pekerja di perusahaan
pengolahan kayu yang mengalami kecelakaan kerja saat memotong kayu dan
mengakibatkan hilangnya 4 (empat) jari tangan kirinya. Pihak perusahaan hanya
memberi ganti rugi kepadanya sebatas biaya pengobatan dan upah selama sebulan
pada saat Yanti menjalani perawatan. Hal ini juga terjadi pada wanita lain yang
bekerja di perusahaan tersebut, namun wanita tersebut memilih mengundurkan diri
karena perusahaan tidak bertanggungjawab. Dengan demikian perlu kiranya kita
mengetahui hak-hak yang dimiliki pekerja dalam menjalankan pekerjaan terkait
dengan keselamatan kerja.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang
diatas, maka permasalahan yang akan dibahas adalah :
- Bagaimana kewajiban pemberi kerja dalam menjaga keselamatan pekerja yang menjalankan pekerjaan?
- Bagaimana hak-hak yang seharusnya diterima pekerja yang mengalami kecelakaan kerja.
C.
Tujuan Penulisan
- Mengetahui kewajiban pemberi kerja dalam menjaga keselamatan pekerja yang menjalankan pekerjaan.
- Mengetahui hak-hak yang seharusnya diterima pekerja yang mengalami kecelakaan kerja.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kewajiban Pemberi Kerja Dalam Menjaga
Keselamatan Pekerja Yang Menjalankan Pekerjaan
Pekerja
berdasarkan Pasal 86 ayat (1) huruf
a UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan mempunyai hak untuk
memperoleh perlindungan atas keselamatan kerja. Hal ini meliputi upaya keselamatan dan kesehatan kerja dimaksudkan
untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para
pekerja/buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja,
pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan
rehabilitasi.Berdasarkan hak pekerja
tersebut, berdasarkan Pasal 87 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003, pemberi kerja menerapkan
sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan
sistem manajemen perusahaan.
Jenis perusahaan yang terdapat dalam kasus adalah
perusahaan pengolahaan kayu, sehinggah berdasarkan Pasal 2 ayat (2) huruf d UU
No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja, maka termasuk dalam ruang lingkup
jenis pekerjaan yang tunduk dalam UU tersebut.
Kewajiban pemberi kerja yang diatur dalam UU
Keselamatan Kerja Pasal 9 adalah wajib untuk menunjukkan dan menjelaskan pada
tiap tenaga kerja baru tentang:
-
Kondisi-kondisi
dan bahaya-bahaya serta apa yang dapat timbul dalam tempat kerjanya;
-
Semua
pengamanan dan alat-alat perlindungan yang diharuskan dalam semua tempat
kerjanya;
-
Alat-alat
perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan;
-
Cara-cara
dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya.
Pemberi kerja dilarang mempekerjakan pekerja baru
tersebut, jika pekerja itu belum memahami apa yang dijelaskannya.
Untuk semua pekerja, pemberi kerja wajib
menyelenggarakan pembinaan tentang pencegahan kecelakaan, pemberantasan
kebakaran, peningkatan keselamatan kerja, dan pemberian pertolongan pertama
dalam kecelakaan.
Dalam kasus, bahwa 4 (empat) jari pekerja yang
terpotong dikarenakan oleh mesin pemotong. Menurut Permen No. 04 Tahun 1985 tentang
Pesawat Tenaga dan Produksi, mesin pemotong tersebut termasuk Pesawat Tenaga
dan Produksi ialah Pesawat atau alat yang bergerak berpindah-pindah atau tetap
yang dipakai atau dipasang untuk membangkitkan atau memin- dahkan daya atau
tenaga, mengolah, membuat: bahan, barang, produk teknis dan aparat produksi
yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
Dengan demikian, pemberi kerja untuk menghindari
kecelakaan kerja yang disebabkan oleh Pesawat Tenaga dan Produksi
perusahaannya, maka pemberi kerja wajib memperhatikan mesin-mesin tersebut
sebagaimana yang diatur dalam Permen No. 04 Tahun 1985 tentang Pesawat Tenaga
dan Produksi, yaitu antara lain :
-
Pesawat
tenaga dan produksi harus dirancang, dibuat, dipasang, digunakan dan dipelihara
sesuai ketentuan yang berlaku.
-
Bahan
dan konstruksi Pesawat Tenaga dan Produksi harus kuat dan memenuhi syarat.
-
Setiap
bahan dari bagian konstruksi Pesawat Tenaga dan Produksi yang utama harus
memiliki tanda hasil pengujian atau sertifikat bahan yang diakui.
-
Semua
bagian yang bergerak dan berbahaya dari Pesawat Tenaga dan Produksi harus
dipasang alat perlindungan yang efektif kecuali ditempatkan sedemikian rupa
sehingga tidak ada orang atau benda yang menyinggungnya.
-
Dilarang
memindahkan, merubah ataupun menggunakan alat pengaman atau alat perlindungan
untuk tujuan lain dari suatu pesawat atau mesin yang sedang bekerja, kecuali
apabila mesin tersebut dalam keadaan berhenti atau dalam perbaikan.
-
Alat-alat
pengaman dan alat perlindungan harus dipasang kembali setelah pesawat atau
mesin selesai diperbaiki.
-
Pada
Pesawat Tenaga dan Produksi yang sedang diperbaiki tenaga penggerak harus
dimatikan dan alat pengontrol harus segera dikunci serta diberi suatu tanda
larangan untuk menjalankan pada tempat yang mudah dibaca sampai Pesawat Tenaga
dan Produksi atau alat pengaman tersebut selesai diperbaiki.
-
Jarak
antara pesawat-pesawat atau mesin-mesin harus cukup lebar dan bebas dari segala
sesuatu yang dapat membahayakan bagi lalu lintas.
-
Ban-ban
penggerak, rantai-rantai dan tali-tali yang berat yang dapat menimbulkan bahaya
bila terlepas atau putus harus dilengkapi alat perlindungan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
-
Ban-ban
penggerak dan rantai-rantai penggerak yang dilepas harus ditempatkan sedemikian
rupa sehingga tidak dapat menyentuh pada alat-alat penggeraknya.
-
Pada
pekerjaan yang menimbulkan serbuk, serpih, debu dan bunga api yang dapat
menimbulkan bahaya harus diadakan pengaman dan perlindungan.
-
Semua
Pesawat Tenaga dan Produksi harus dipelihara secara berkala dan baik.
-
Mesin-mesin
yang digerakan oleh motor penggerak, mesin harus dapat dihentikan tanpa
tergantung dari pesawat penggeraknya.
-
Jika
dalam ruangan terbuka atau tertutup terdapat poros penggerak yang digerakan
oleh suatu penggerak mula yang berada di lain ruangan sedangkan poros penggerak
tersebut tidak dapat dihentikan selama penggerak mula bekerja, maka dalam
ruangan tersebut harus ada suatu alat untuk memberi tanda kepada penjaga mesin
atau operator sehingga dengan segera dapat menghentikan mesin penggerak.
-
Setiap
penggerak mula seperti tersebut akan dijalankan harus selalu membunyikan tanda
yang dapat terang didengar dimana terdapat alat-alat penggerak yang digerakan
oleh penggerak mula.
-
Bila
terjadi kecelakaan pada saat penggerak mula dihidupkan, maka harus ada tanda
yang dapat didengar dan dilihat dengan jelas ditempat penggerak mula berada.
-
Pelumasan,
pembersihan pesawat atau mesin dan pemasangan ban-ban harus dilaksanakan pada
waktu pesawat atau mesin dalam keadaan berhenti, kecuali dapat dilakukan dengan
aman.
-
Setiap
mesin yang digerakan dengan penggerak mula harus dilengkapi dengan alat
penghenti yang mudah dicapai oleh operator guna menahan mesin agar tidak
bergerak kembali.
-
Alat-alat
pengendali Pesawat Tenaga dan Produksi dibuat dan dipasang sedemikian rupa
sehingga pesawat Tenaga dan Produksi tersebut dapat bekerja dengan baik, aman
dan mudah dilayani dari tempat operator.
-
Tempat
operator mesin harus cukup luas, aman dan mudah dicapai.
-
Pada
motor-motor penggerak harus dinyatakan tanda arah perputaran dan kecepatan maximum
yang aman.
-
Rantai,
sabuk dan tali penghubung untuk roda gigi penggerak tidak boleh dilepas atau
dipasang dengan tangan sewaktu berjalan atau berputar.
-
Dilarang
mencuci atau membersihkan Pesawat Tenaga dan Produksi dengan cairan yang mudah
terbakar atau bahan beracun.
-
Sebelum
menghidupkan mesin harus diperiksa lebih dahulu, untuk menjamin keselamatan.
-
Mesin
yang sedang bekerja harus selalu dalam pengawasan.
-
Mesin
yang digerakan dengan tenaga manusia tidak boleh digerakan dengan motor penggerak.
-
Pada
mesin yang tetap berputar atau bergerak, setelah sumber tenaganya diputuskan
harus diberi perlengkapan pengunci atau rem yang efektif dan bila diperlukan
dapat bekerja secara otomatis.
-
Setiap
mesin harus dilengkapi dengan alat penghenti yang memenuhi syarat.
-
Penandaan
tombol penggerak maupun penghenti untuk mesin di tempat kerja harus seragam.
-
Kerusakan
atau ketidak sempurnaan suatu Pesawat Tenaga dan Produksi atau alat pengamannya
harus segera dilaporkan kepada atasan yang berwenang dan segera tenaga penggeraknya
dimatikan.
-
Pemasangan
mesin-mesin dalam suatu tempat kerja harus dipasang di atas pondasi dan kuat
konstruksinya.
-
Lantai
disekitar mesin-mesin harus kering, bersih dan tidak licin.
-
Semua
sekrup penyetel pada bagian yang bergerak dimanapun berada harus dibuat rata,
terbenam atau diberi alat perlindungan.
-
Semua
kunci, grendel, nipel gemuk pada bagian yang berputar harus dibuat rata atau
diberi alat perlindungan.
-
Roda
gigi yang terbuka dari suatu pesawat atau mesin yang bergerak harus diberi alat
perlindungan.
-
Sakelar
listrik harus mempunyai bentuk dan ditempatkan dalam posisi sedemikian rupa,
sehingga dapat menghubungkan atau memutuskan arus secara tidak disengaja.
-
Semua
alat pengaman dan alat perlindungan harus tetap berada ditempatnya bila mesin hidup.
-
Titik
operasi dari mesin harus diberi alat perlindungan yang efektip.
-
Mesin
jenis tua yang konstruksi tanpa perlengkapan yang baik harus diberi alat
perlindungan yang efektip.
-
Pada
mesin yang berbahaya cara pengisiannya harus dilakukan dengan cara pengisian
mekanis atau disediakan alat pengisi yang aman.
-
Alat
untuk menjalankan dan menghentikan harus dipasang pada setiap mesin yang
memotong, menarik, menggiling, mengepres, melubangi, menggunting, menempa dan memeras
pada tempat yang mudah dicapai oleh operator.
-
Apabila
dikehendaki agar titik operasi dapat dilihat maka digunakan alat perlindungan
yang tembus cahaya atau transparant yang memenuhi syarat.
-
Pada
mesin-mesin yang dijalankan dengan pedal harus dilengkapi dengan alat pengunci
otomatis atau alat perlindungan berbentuk huruf U terbalik yang dipasang
mengurung pedal tersebut.
-
Setiap
Pesawat Tenaga dan Produksi harus diberi pelat nama yang memuat data-data
Pesawat Tenaga dan Produksi.
-
Operator
Pesawat Tenaga dan Produksi harus memenuhi syarat-syarat keselamatan dan Kesehatan
kerja.
-
Operator
dilarang meninggalkan tempat kerjanya pada waktu Pesawat Tenaga dan Produksi
sedang beroperasi.
-
Tempat-tempat
kerja yang mengandung uap, gas, asap yang menggangu atau berbahaya harus
dilengkapi dengan alat penghisap yang konstruksinya memenuhi syarat.
-
Pekerjaan
menggiling dan menumbuk bahan-bahan yang mengeluarkan debu yang dapat meledak
harus dilakukan dengan peralatan yang khusus dan pelaksanaannya harus memenuhi
syarat keselamatan dan kesehatan kerja.
B.
Hak-hak Yang Seharusnya Diterima Pekerja
Yang Mengalami Kecelakaan Kerja.
Seperti yang diketahui bahwa
mulai dari tanggal 1 Januari 2014, Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial mulai
berlaku dan menyatakan Jamsostek tidak berlaku lagi. Hal ini didasarkan Pasal
69 UU No. 24 Tahun 2011 “Pada saat mulai
beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64,
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Lembaran
Negara Republik IndonesiaTahun 1992 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3468) dicabut dan dinyatakantidak berlaku lagi.”
Numun, berdasarkan kasus yang terjadi pada tahun
2013, maka peraturan yang berlaku adalah UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan
Sosial Tenaga Kerja, sehingga yang digunakan adalah UU ini.
Berdasarkan Pasal 1 butir 6 UU No. 3 Tahun 1992
Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang
terjadi berhubungan dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena
hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan
berangkat dari rumah menuju tempat kerja, dan pulang ke rumah melalui jalan
yang biasa atau wajar dilalui.
Berdasarkan Pasal 8 ayat (1) UU Jamsostek,
tenagakerja yang tertimpa kecelakaan kerja berhak menerima Jaminan Kecelakaan
Kerja yang meliputi [Pasal 9 UU Jamsostek]:
1. biaya
pengangkutan;
2. biaya
pemeriksaan, pengobatan, dan/atau perawatan;
3. biaya
rehabilitasi;
4.
santunan berupa uang.
Berdasarkan Lampiran II Tentang Besarnya Jaminan
Kecelakaan Kerja dalam Peraturan Pemerintah No.14 Tahun 1993 Tentang
Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja, maka rinciannya adalah
sebagai berikut :
-
Biaya
pengangkutan
Bilamana hanya menggunakan jasa angkutan
darat/sungai maksimum sebesar Rp. 1.000.000,-. Dan apabila menggunakan angkutan
laut maksimum sebesar Rp. 2.000.000,-.
-
Biaya
pemeriksaan, pengebobatan, dan/atau perawatan
Yaitu yang dikeluarkan sesuai biaya :
Dokter, obat, operasi, rotgen, laboratorium, perawatan Puskesmas, Rumah Sakit
kelas I, gigi, mata, dan tradisional. Besaran maksimum adalah Rp. 3.000.000,-.
-
Santunan
Dalam kasus ini terpotong 4 (empat) jari
tangan kiri, merupakan cacat kekurangan fungsi, dengan besaran santunan
(dianggap yang terpotong kecuali ibu jari) :
Ø Untuk kiri telunjuk tangan kiri = (7%
upah) X (60 bulan upah)
Ø Untuk 3 jari tangan kiri lannya = (9%
upah) X (60 bulan upah)
Sehinggah yang seharusnya diterima adalah
16% upah X 60 bulan upah.
BAB III
KESIMPULAN
1.
Untuk
menjalankan perusahaannya, pemberi kerja harus memperhatikan keselamatan kerja
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku termasuk terhadap
mesin-mesin yang digunakannya untuk mempermudah menjalankan usahanya.
2.
Pemerintah
sebagai pembentuk peraturan perundang-undangan termasuk yang terkait dengan
Keselamatan Kerja harus juga mengawasi dan memberi sanksi tegas dalam hal
pemberi kerja tidak melaksanaakan peraturan perundang-undangan tersebut.
3.
Pemberi
kerja harus memperhatikan asas “Reasonable
Care” yaitu kewajiban untuk mengupayakan pencegahan akan terjadinya
kecelakaan kerja.
4.
Berdasarkan
asas “Risque Professional”, pemberi
kerja wajib memberikan ganti rugi kepada pekerja dalam kecelakaan kerja sebagai
resiko dalam menjalankan pekerjaannya. Dengan hal ini maka UU JAMSOSTEK mewajibkan
pemberi kerja mendaftarkan pekerja-pekerjanya dalam hal kecelakaan kerja.
5.
Pekerja
yang mengalami kecelakaan kerja yang telah didaftarkan dalam Jaminan Sosial
Tenaga Kerja, maka berhak mendapatkan ganti rugi sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
6.
Dalam
lampiran Kepmenakertrans 609/2012, dikatakan bahwa apabila perhitungan PT.
Jamsostek tidak diterima oleh salah satu pihak atau terjadi perbedaan pendapat
antara pihak-pihak maka salah satu pihak dapat meminta penetapan Pengawas
Ketenagakerjaan setempat.
7.
Dalam
kasus ini diketahui bahwa hak-hak yang diterima pekerja tidak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Ada 2 (dua) kemungkinan yang terjadi :
ü Pemberi kerja tidak mendaftarkan
pekerjanya pada PT. Jamsostek; atau
ü PT. Jamsostek tidak memyarkan hak-hak
pekerja sesuai peraturan perundang-undangan.
g
BalasHapusMenarik sekali artikelnya
BalasHapusSangat bermanfaat kepada para pencari kerja dalam pengertian tentang Hukum ketenaga kerjaan.terima kasih
BalasHapusSaya mau tanya.bila pekerja tidak diikutkan progam bpjs.kemudian terjadi kecelakaan kerja yg mengakibatkan cacat total/ pada tangan bagian kanan dibawah siku diamputasi. Ini tanggung jawap siapa.mohon pencerahan
BalasHapus